Shared Berita

JAKARTA, Sulbarpos.com – Dunia bisnis skincare Indonesia kembali diwarnai dengan perseteruan panas antara dua pengusaha ternama. Pemilik Daviena Skincare, Melvhina Husyanti, melontarkan tuduhan serius terhadap Heni Purnamasari Sagara, pemilik PT. Ratansha Purnama Abadi, yang diklaim telah menyabotase distributor setianya. Konflik ini memicu perhatian publik, terutama setelah Melvhina mengungkapkan masalah tersebut di media sosial.

Dalam pernyataannya di platform media sosial, Melvhina menuduh Heni Sagara tidak memiliki etika bisnis karena mengambil dua distributor Daviena Skincare yang telah lama bermitra dengan perusahaannya. Menurut Melvhina, tindakan tersebut dilakukan demi keuntungan sesaat tanpa mempertimbangkan kode etik bisnis.

“Sudah jelas-jelas di depan mata, dua distributor-ku sudah join. Masa yang katanya punya pabrik besar, nggak tahu kode etik,” tulis Melvhina dengan nada kesal.

Melvhina juga mengingatkan semua pihak untuk tetap menghargai komitmen yang telah dibuat dan tidak membuat cerita bohong di ruang publik. “Ingat ya bu. Tolong hargai. Saya nggak pernah koar-koar! Jangan merasa paling tersakiti, yang sakit itu saya!” lanjutnya.

Menanggapi tuduhan tersebut, Heni Sagara memberikan pernyataan yang tidak kalah mengejutkan. Dia mengungkapkan bahwa banyak konsumen Daviena Skincare yang membayar produk dengan waktu yang sangat lama, hingga bertahun-tahun. Menurutnya, hal ini menyebabkan terganggunya kinerja dan kapasitas keuangan perusahaan.

“Serba salah ya jadi owner pabrik skincare ini. Mau ngandelin yang maklon full, kadang bayarnya butuh banget toleransi,” ujarnya.

Karena itulah, Heni memutuskan untuk memproduksi dan menjual produk skincare sendiri demi mengontrol arus kas dan menjaga keberlangsungan perusahaannya. Namun, langkah ini justru menambah keruh perseteruan di antara keduanya.

Perseteruan ini tak pelak memicu komentar dari berbagai kalangan, termasuk artis Nikita Mirzani yang turut angkat bicara. Menurut Nikita, permasalahan ini seharusnya dapat diselesaikan tanpa perlu melibatkan publik. “OK, Aku masih (di) Pantai, Jangan sampai aku turun bukit,” ujarnya dengan nada bercanda.

Baca Juga  Tiga Strategi Muhammadiyah dalam Berpolitik

Situasi ini menggambarkan betapa kompleksnya dinamika bisnis skincare di Indonesia, di mana persaingan dan masalah etika bisnis kerap menjadi pemicu konflik. Perseteruan ini diharapkan dapat diselesaikan dengan cara yang baik agar tidak merugikan pihak manapun dan menjaga kepercayaan konsumen terhadap industri skincare Tanah Air.

 

(*Bsb)

Iklan