Sulbarpos.com, Mamuju – Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) kembali menjadi sorotan terkait tingginya angka kekerasan dan pelecehan seksual.
Data yang dirilis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Mamuju mencatat bahwa sejak pertengahan tahun 2023 hingga 2024, telah terjadi 94 kasus kekerasan seksual. Angka tersebut bahkan belum mencakup kasus yang tidak dilaporkan, yang diyakini jauh lebih besar.
Merespons situasi tersebut, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Mamuju menggelar aksi demonstrasi di dua lokasi strategis, yakni Kantor Gubernur Sulawesi Barat dan Kantor Bupati Mamuju, pada Rabu (4/12/2024).
Aksi ini menuntut perhatian serius dari pemerintah daerah terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta perlindungan terhadap anak.
Wakil Ketua Bidang Gerakan Sarinah GMNI Mamuju, Rahmania, menyebut bahwa persoalan kekerasan seksual di Mamuju mencerminkan kegagalan pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat, terutama perempuan dan anak.
“Hingga kini, Pemprov Sulawesi Barat dan Pemkab Mamuju hanya bersikap pasif, menunggu laporan tanpa ada upaya nyata seperti advokasi dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,” tegas Rahmania.
Koordinator Lapangan aksi, Sarinah Sry Wahyuni menyoroti pentingnya implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Ia menegaskan bahwa sosialisasi UU tersebut merupakan langkah mendesak untuk mencegah kekerasan seksual yang berdampak berat pada korban, baik secara fisik maupun mental.
“Anak-anak seharusnya fokus pada pendidikan, bukan menjadi korban eksploitasi,” tambah Sry Wahyuni.
Saat aksi berlangsung di Kantor Gubernur Sulbar, demonstran diterima oleh perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi serta Dinas Tenaga Kerja Provinsi. Namun, kekecewaan melanda saat mereka bergerak ke Kantor Bupati Mamuju. Tidak ada satu pun perwakilan pemerintah kabupaten, termasuk bupati maupun OPD terkait, yang menemui para demonstran.
“Ini menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab dan empati pemerintah daerah terhadap isu yang begitu mendesak,” ungkap salah satu peserta aksi.
Para demonstran menuntut pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata, termasuk memperkuat program pencegahan, penanganan, dan perlindungan korban kekerasan seksual. Selain itu, mereka juga meminta agar sosialisasi UU TPKS dilakukan secara masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak.
(*/MRH)