Sulbarpos.com, Jakarta — Ikatan Wartawan Online (IWO) menghadapi ujian serius setelah Teuku Yudhistira, mantan anggotanya yang sudah dipecat, nekat mengklaim logo organisasi dan menggugat ke Pengadilan Negeri Medan. Langkah itu dinilai tidak hanya cacat hukum, tapi juga mencoreng martabat profesi wartawan online di Indonesia.
Yudhistira sebelumnya dipecat melalui rapat pleno IWO pada 10 Juli 2023. Ia terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap AD/ART organisasi, termasuk membuat surat keputusan palsu, menyalahgunakan atribut organisasi, hingga menghasut pengurus daerah. Pemecatan itu dituangkan dalam SK Nomor 019/Skep/PP-IWO/VII/2023 yang sah, final, dan mengikat.
Namun, bukannya menerima keputusan, Yudhistira justru mendirikan organisasi tandingan bernama Perkumpulan Wartawan Warta Online (WWO) pada Juli 2024. Tidak berhenti di situ, ia juga mendaftarkan hak cipta logo IWO atas nama pribadi dan mengajukan gugatan hukum di PN Medan pada Agustus 2025.
Ketua Umum IWO, Dwi Christianto, S.H., M.Si., menyebut langkah itu sebagai bentuk manipulasi sejarah dan pelecehan hukum.
“Sejak lahirnya IWO pada 2012, identitas, logo, dan nama organisasi adalah milik kolektif, bukan milik pribadi. Pemecatan Yudhistira sudah sah dan final. Maka setiap klaim yang diajukannya adalah penodaan terhadap marwah IWO. Kami siap melawan di setiap arena hukum,” tegasnya.
Secara hukum, klaim Yudhistira dinilai rapuh. Pasal 65 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta jelas menyebut pencatatan ciptaan tidak berlaku untuk logo atau lambang organisasi. Dengan demikian, pendaftaran logo IWO atas nama pribadi dianggap tidak sah dan bisa dibatalkan.
Lebih jauh, IWO menilai upaya Yudhistira bukan sekadar sengketa hukum, melainkan preseden buruk bagi dunia jurnalistik. Dengan menjadikan atribut profesi sebagai alat kepentingan pribadi, ia dianggap merusak reputasi jurnalis itu sendiri.
“Publik perlu memahami bahwa langkah Yudhistira dari mendirikan organisasi tandingan hingga mengklaim hak cipta logo adalah manuver penuh itikad buruk yang tidak memiliki pijakan hukum,” tambah Dwi.
Bagi IWO, persoalan ini bukan hanya tentang sengketa hak cipta, tetapi soal menjaga kehormatan profesi wartawan online.
“Kebenaran sejarah tidak bisa digugat. Identitas profesi tidak bisa diperjualbelikan,” tegas Dwi. (*)