Shared Berita

POLEWALI MANDAR, Sulbarpos.com — Menjelang Musyawarah Wilayah (Muswil) PKB Provinsi Sulawesi Barat pada 10 Desember 2025, tokoh senior PKB Sulbar, H. Hasan Bado, kembali membuka lembar sejarah berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa di bumi Malaqbi’.

Dengan narasi runtut dan penuh refleksi, ia mengisahkan perjalanan panjang struktur PKB di masa awal, ketika Polewali dan Mamasa masih berstatus satu kabupaten di bawah Provinsi Sulawesi Selatan.

Hasan Bado menuturkan bahwa pada fase pembentukan PKB di Polewali Mamasa, ketua DPC pertama adalah Salam Harianto, sementara dirinya didaulat sebagai Wakil Ketua DPC PKB Polmas, sekaligus menjadi salah satu deklarator berdirinya PKB di wilayah tersebut.

Momentum politik kemudian mengantarnya pada forum besar Muktamar PBNU di Kediri, tempat ia dipercaya memegang dua amanah besar sekaligus: Ketua DPC PKB Polewali Mamasa dan Anggota DPRD Polmas. Namun ia memilih fokus sebagai ketua DPC, dan posisi legislatif kemudian diberikan kepada Muslimin Halin.

Dalam kepemimpinannya sebagai Ketua DPC PKB, Hasan Bado tercatat melakukan gebrakan monumental. Pada Harla PKB ke-5, ia berhasil menghadirkan Menteri Luar Negeri yang saat itu juga menjabat Ketua DPP PKB, DR. Alwi Shihab.

Tak berhenti di situ, Harla PKB ke-6 kembali menjadi momentum besar ketika KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hadir dalam agenda Silaturahmi dan Temu Transmigrasi di Wonomulyo.

Di masa itu, perjalanan politik masih penuh keterbatasan. Hasan Bado bahkan menceritakan sulitnya perjalanan menuju Mamasa yang memakan waktu 8 jam melalui jalur ekstrem, meski jarak tempuh hanya sekitar 90 km.

Namun semangat kader kala itu tak pernah patah — termasuk ketika ia diminta membekap kedatangan Alwi Shihab pada pelantikan pengurus DPC PKB Mamasa yang dipimpin Fiktor Paotonanan. dan dalam pertemuan Akbar dimamasa Hasan Bado melahirkan nama PKB menjadi Pendeta Kiyai Bersatu.

Baca Juga  Fraksi PKB Pererat Ukhuwah Islamiyah, Gelar Buka Bersama Konstituen di Balanipa

Peristiwa tersebut menjadi catatan sejarah bahwa PKB di Polewali Mamasa pernah berada dalam gemuruh kebangkitan kader dan ulama.

Perjalanan politiknya kembali bergerak ketika Ketua DPW PKB Sulsel kala itu menggelar rapat tanpa kehadirannya.

Dalam keputusan rapat tersebut, Hasan Bado ditunjuk menggantikan Muslim Halin sebagai anggota DPRD Polman. Ia baru mengetahui keputusan itu setelah tiga pimpinan DPRD — Yusuf Tuali, Aco Majid, dan Mustamin Baddolo — datang ke rumahnya dan menyampaikan agar ia segera menyiapkan pakaian pelantikan.

Hasan Bado kemudian kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPRD pada periode berikutnya, setelah Sulawesi Barat resmi menjadi provinsi dan Polewali Mamasa berubah nama menjadi Polewali Mandar (Polman).

Dalam penyusunan daftar calon legislatif saat itu, PKB masih menggunakan sistem nomor urut. Ia merekrut beberapa tokoh sepuh untuk ditempatkan pada nomor urut terhormat, termasuk Ketua Dewan Syuro KH. Arif Lewa (Nomor 1), Hasan Bado sendiri (Nomor 2), KH. Saddong Bani (Nomor 3), dan Kiai Rahim Ali (Nomor 4).

Banyak yang mempertanyakan mengapa ia tidak berada pada nomor urut pertama. Hasan Bado menjawab tegas:

“Inilah PKB. Kiai harus dihormati. Nomor satu adalah guru saya. Dialah yang wajib berada di posisi tertinggi,” tegasnya.

Saat pemilu berlangsung, PKB meraih suara signifikan, dan Hasan Bado berhasil mendulang sekitar 3.000 suara tanpa praktik politik uang.

Pada masa itu atribut kampanye masih minim, bahkan baliho belum lazim. Calon hanya menggunakan papan kayu bergambar manual, dan karena dirinya pengusaha kayu, masyarakat cukup datang ke tempatnya bila ingin membuat alat peraga, dan kala itu nama PKB pun idektik dengan usaha Hasan bado dengan Partai Kayu Bantalan (PKB)

Baca Juga  Wagub Sulbar Terima Audiensi GMKI Polman, Bahas Isu Pendidikan dan Pembangunan

Karier politik Hasan Bado terus berlanjut hingga ia dipercaya memimpin sebagai Ketua DPW PKB Sulawesi Barat.

Ia kembali memenangkan kursi DPRD Provinsi Sulbar, sebelum kemudian mengikuti kontestasi Pilkada sebagai Calon Wakil Bupati Polman berpasangan dengan H.Mujirin M Yamin, meski belum berhasil.

Pada forum  ketua wilayah di DPP, Hasan Bado hadir bersama Sekretaris PKB Sulbar Yahya Hanapi dan menyatakan tidak melanjutkan jabatan Ketua DPW. Ia menyebutkan alasannya dengan rendah hati:

“Saya harus tahu diri dan mengukur diri. Saya belum mampu melahirkan kader ke DPR RI. Maka saya mundur dengan terhormat.”

Kesadaran itu ia sampaikan bersamaan dengan deklarasi sikap politik ketua DPW PKB Gorontalo, sebagai wujud etika kepemimpinan.

Hasan Bado kembali mengikuti kontestasi pemilu 2019–2024 dan kembali terpilih, namun pada tahun pemilihan 2024 ia mencoba jalur DPD RI, namun tidak lolos.

Menutup kisahnya, Hasan Bado berpesan bahwa menjadi ketua partai bukan sekadar jabatan, tetapi tanggung jawab moral dan harga diri politik.

“Sebagai ketua parpol, kita wajib menghidupkan partai jangan kita berharap hidup dari partai. Itu harga diri kita. Kejayaan punya masa, dan ketika masa itu lewat, jangan dipaksakan. Regenerasi harus mengalir seperti air,” ungkapnya.

Sejarah panjang perjuangan H. Hasan Bado menjadi pengingat bahwa politik adalah ladang pengabdian, bukan sekadar perebutan posisi.

PKB Sulbar tumbuh melalui tangan-tangan kiai, kerja keras kader, dan tekad untuk menegakkan marwah perjuangan.

Menjelang Muswil PKB 2025, pengalaman itu menjadi refleksi bagi generasi penerus — bahwa partai besar bukan dibangun oleh uang, tetapi oleh prinsip, integritas, dan keberanian menjaga kehormatan.

Semoga kisah ini menjadi inspirasi untuk perjalanan PKB Sulawesi Barat ke depan. (*Bsb)

Baca Juga  Polman Serius Bangun Pesantren Modern, Bupati Tekankan Empat Komitmen Besar

Editor: Basribas

Iklan