Shared Berita

Oleh : Ismail Amin, MA

Sulbarpos.com — Meskipun masih lebih dominan yang mendukung Palestina, namun tidak bisa dipungkiri netizen Indonesia tetap terpecah dalam menyikapi tensi tinggi di Jalur Gaza dalam satu pekan terakhir ini.

Tidak sedikit yang membela Israel dengan argumentasi-argumentasi yang menurut mereka lebih rasional, dibandingkan menunjukkan pembelaan pada Palestina dengan hanya modal emosional, terutama pembelaannya karena sesama muslim, atau karena di Palestina ada Masjidil Aqsa, kiblat pertama umat Islam.

Benarkah mereka yang membela Palestina dan mendukung perjuangan Hamas hanya karena alasan emosional dan tidak memiliki rasionalitas sama sekali. Melalui tulisan ini, kami paparkan sejumlah poin, mengapa Palestina harus dibela.

Umat Islam di negeri ini kompak membela Palestina, bukan semata karena disanalah tanah suci dan kiblat pertama umat Islam berada, melainkan karena disana telah terjadi penjajahan dan penjarahan selama puluhan tahun. Yang terjadi di Palestina dalam tujuh dekade ini adalah tragedi pembunuhan massal, keterusiran, ketidakamanan dan upaya menghalangi sebuah bangsa untuk maju dan berkembang.

Tragedi dimuai dengan munculnya gagasan mencaplok Palestina yang dimulai oleh terbitnya Deklarasi Balfour pada 2 November 1917. Dengan dukungan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, segerombolan imigran Yahudi yang tidak jelas identitasnya datang di wilayah Palestina dan membuat koloni.

Dengan mandat PBB, Yahudi pelarian itu kemudian mendirikan negara di atas wilayah Palestina dengan nama Israel tahun 1948. Lihat bagaimana negara itu berdiri. Dalam tulisan Aswar Hasan di Tribun Timur, 4 Juni 2021 dengan judul Setelah Yahudi Israel Merobek Kemanusiaan Kita, mengutip dari buku John J Mearsheimer The Tragedy of Great Power Politics, David Ben Gurion, bapak pendiri Israel mengakui.

“Tanpa pengusiran orang Palestina, sebuah negara Yahudi tidak akan pernah terwujud.
Tidak mungkin mengharapkan kepindahan massal (penduduk Arab) di Palestina tanpa kekerasan. Olehnya itu, kita harus mengorganisasikan sebuah pasukan pertahanan yang modern, dan setelah itu saya yakin bahwa kita tidak akan bisa dicegah untuk menduduki bagian-bagian lain di negeri ini.”

Baca Juga  WWF Aman dan Kondusif, Menteri PUPR Apresasi Pengamanan TNI-Polri

Pernyataan Ben Gurion itulah yang menjadi inti ideologi Zionis Israel, dan dengan prinsip itulah, tentara Zionis selalu brutal dalam menghadapi rakyat Palestina.

Baru sehari dari proklamasi berdirinya Israel, tentara dari Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak dan negara Arab lainnya datang menyerbu. Perang yang dimenangkan Israel itu dikenal dengan nama Perang Arab-Israel 1948. Mengapa bangsa-bangsa Arab menentang berdirinya Israel?

Selain karena Israel berdiri di atas tanah yang digenangi darah-darah rakyat Palestina, juga alasan pendiriannya pun tidak logis. Disebut berdirinya negara khusus Yahudi adalah kompensasi buat komunitas Yahudi yang telah merasakan dampak paling parah dari terjadinya Perang Dunia II. Karena Yahudi telah begitu sangat menderita, dengan korban jiwa konon katanya mencapai jutaan orang dan harus terusir dari negara-negaranya dengan tinggal di kamp-kamp pengungsian, maka untuk menebus itu, maka perlu sebuah negara khusus Yahudi yang mereka bisa diami secara aman.

Apakah manusia yang berakal bisa menerima bahwa pembunuhan dan genosida terhadap orang-orang Yahudi yang terjadi di Barat dijadikan alasan untuk menduduki sebuah wilayah yang berjarak ribuan kilometer di benua lain untuk dijadikan negara baru dengan penduduk yang baru sementara penduduk asli yang telah mendiami wilayah itu ribuan tahun harus terbunuh dan terusir?

Rakyat Palestina tidak melakukan kejahatan apapun. Mereka tidak punya peran dan keterlibatan apapun dalam Perang Dunia II. Mereka hidup dengan harmonis bersama masyarakat Yahudi dan Kristen meski saat Perang Dunia II sedang berlangsung. Tetapi apa sebabnya, Holocaust yang disebut sebagai tragedi mematikan dan paling mengerikan yang telah menelan korban dari jutaan Yahudi harus orang-orang Palestina yang menanggung dan menebusnya?

Yahudi ingin diselamatkan dari amukan kebencian, namun dengan cara mengusir jutaan rakyat Palestina yang akibatnya sampai sekarang masih jadi pengungsi di negerinya sendiri.

Baca Juga  Kapolda Sulbar Pimpin Gelar Operasional untuk Persiapan Pengamanan Pilkada Serentak 2024

Sampai sekarang pun Israel masih terus melakukan ekspansi, untuk terus memperluas wilayah Israel. Secara ilegal mereka membangun pemukiman-pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah yang ditetapkan PBB diperuntukkan untuk bangsa Arab Palestina.

Aparat keamanan Israel menghadapi penolakan warga yang dirampas tanah dan dihancurkan kediamannya, dengan penahanan, penyiksaan bahkan sampai pembunuhan. Setiap hari selalu ada warga Palestina yang terbunuh, mulai dari kalangan anak-anak, perempuan sampai lanjut usia. Dan itu tanpa ada proses peradilan dan hukuman buat pelakunya.

Blokade Jalur Gaza yang dilakukan sejak tahun 2007 sampai sekarang oleh Israel telah menjadikan Gaza sebagai wilayah yang paling tidak layak huni di dunia. Akibat blokade tersebut 80% populasi di Jalur Gaza bergantung pada bantuan kemanusiaan.

Pengangguran merajalela, keluarga-keluarga miskin mengalami kekurangan makanan dan malnutrisi anak-anak meningkat, standar kehidupan yang memburuk bahkan dengan blokade yang menghalangi orang-orang Palestina keluar Gaza untuk mendapatkan pengobatan menyebabkan anak-anak Gaza harus mati dalam pelukan orangtuanya tanpa pengobatan.

Rakyat Palestina semakin merana dengan berdirinya tembok Zionis. Tembok itu dibangun untuk mengelilingi Tepi Barat dan menutup akses warga Tepi Barat untuk ke Baitul Maqdis. Lebih dari itu, 31.000 penduduk Tepi Barat terpenjara di desa-desa yang terkurung secara total dalam tembok.

Mahkamah Internasional Den Haag pada tanggal 9 Juli 2004 memvonis keberadaan tembok Zionis itu ilegal dan harus dihancurkan, tapi Rezim Zionis bukan hanya menolak merubuhkan tapi malah melanjutkan pembangunannya sampai target 850 km.

Pelanggaran lainnya yang masih terus dilakukan Israel adalah penguasaan dan kontrolnya pada Baitul Maqdis. Warga asing yang ingin ke Baitul Maqdis hanya bisa masuk melalui visa yang dikeluarkan Israel sehingga devisa yang masukpun dikuasai sepenuhnya Israel. Akses ke Masjidil Aqsa pun dibatasi oleh Israel, bahkan penggunaannya untuk momen-momen peringatan keagamaan juga harus seizin Israel.

Baca Juga  Release Akhir Tahun, Kapolda Sulbar Paparkan Delapan Pokok Bahasan

Berkali-kali warga Zionis melakukan penghinaan dan pelecehan di Masjidil Aqsa. Karena itu lengkaplah, kezaliman yang dilakukan rezim Zionis dalam tiga dimensi, yaitu spiritual, kesejarahan, dan material.

Dengan semua ketertindasan itu apa salah jika kemudian rakyat Palestina melakukan perlawanan? Kalau dulu, rakyat Palestina hanya bisa melawan dengan lontaran batu, sekarang dengan transfer tekhnologi dari negara-negara pendukung, seperti Iran dan Suriah, melalui Hamas mereka sudah bisa melontarkan roket.

Salahkah Hamas menjalankan operasi Badai al-Aqsa, sebuah operasi militer paling mematikan yang pernah dilakukan Hamas dalam sejarahnya mengingat sejarah penindasan yang mereka alami dalam tujuh dekade ini?. Logiskah Israel dengan dalih melakukan serangan balasan, tapi mengarahkan serangan roketnya ke arah penduduk sipil di Gaza? itupun dengan menggunakan bom fosfor, jenis bahan peledak yang telah dilarang penggunaannnya secara internasional. Itulah puncak kebiadaban manusia binatang dari Zionis Israel.

Justru yang membela tindak tanduk Zionis dengan alasan humanisme dan perdamaian, adalah mereka yang hanya menggunakan emosionalitasnya dan telah meninggalkan rasionalitasnya.

Penulis adalah Mahasiswa S3 Universitas Internasional Almustafa Iran/Ketua Umum Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) – Iran 2023-2025. Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Tribun Timur kolom opini, 13 Oktober 2023

Iklan