Oleh : Ismail Amin
Sulbarpos.com — Sabtu dinihari 7 Oktober 2023 kita disentakkan oleh sebuah peristiwa besar yang telah menyita perhatian dunia. Yaitu terjadi adu senjata dua entitas yang sangat tidak seimbang. Pejuang gaza yang dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, dengan telah menjadi wilayah yang terisolir di dunia dengan pemberlakuan blokade bertahun-tahun berhadapan dengan kekuatan besar, rezim Zionis yang didukung oleh negara-negara adikuasa.
Dengan pertarungan yang tidak seimbang tersebut, kita diajar oleh warga Gaza mengenai ketabahan, dan bagaimana sebenarnya berjuang untuk tidak mau hidup dijajah dan diinjak-injak. Kita juga menyaksikan, pihak-pihak yang mau ikut bersuara membela, dan siapa saja pihak yang diam membiarkan kedzaliman terjadi bahkan mendukung pihak penjajah.
Peristiwa di Palestina dalam sepekan terakhir ini menyentak kemanusiaan kita, apa kita termasuk mereka yang peduli dengan nasib mereka, atau termasuk yang abai?.
Namun sebelumnya kita harus memahami dulu, apa sebenarnya yang sedang terjadi di Palestina.
Apakah konflik di Palestina adalah perang antara komunitas Yahudi di satu sisi melawan kaum muslim dan non Yahudi di pihak yang lain? ataukah yang terjadi adalah perang antara satu kelompok atau ras melawan dunia Arab? apakah konflik ini hanya terbatas di tanah Palestina saja?
Sekitar 70 tahun yang lalu, melalui program yang rumit, yang melibatkan propaganda, politik, militer, persiapan pendahuluan bertahun-tahun sebuah kelompok tanpa jati diri yang disebut Zionis dipaksakan berdiri di jantung Timur Tengah.
Alasanya ada dua: Kelompok ini, yang disebut kaum Yahudi adalah kelompok yang paling menderita akibat perang dunia II. Mereka mengalami pengusiran dari negara-negara mereka, tertindas bahkan banyak dari mereka yang tewas. Untuk menghibur korban yang masih hidup, dan sebagai bentuk kompensasi atas derita mereka, maka dunia harus memberi sebuah tempat aman bagi mereka dan dilindungi sampai mereka nyaman ditempat tersebut.
Alasan kedua, menggunakan alasan historis dan teologis. Bahwa nenek moyang kaum Yahudi adalah orang-orang yang 2500 tahun lalu pernah berdiam dan hidup di tempat tersebut, karenanya sebagai pewaris mereka berhak untuk hidup di kawasan tersebut dan memiliki pemerintahan disana. Dengan klaim sebagai Bani Israel, mereka berhak mendirikan negara Israel di tanah Palestina.
Proklamasi berdirinya Israel pada tanggal 14 Mei 1948 dikenal oleh rakyat Palestina sebagai Nakba Day, atau alyaumul Nakba, hari malapetaka. Disebut malapetaka karena hari tersebut menjadi tonggak pengusiran ratusan ribu warga Palestina, dan itu terus berlanjut sampai sudah lebih 5 juta warga Palestina terusir dari tanah kelahirannya, dan menjadi pengungsi di kamp-kamp pengungsian di negeri-negeri tetangga.
Pembentukan negara Israel, didukung AS dan Inggris, dan kemudian diakui oleh PBB. PBB melalui resolusi 181 mengalokasikan 56,5% wilayah Palestina untuk negara Yahudi, 43% untuk negara Arab dan Jerusalem menjadi wilayah internasional. Namun melalui ekspansi yang terus menerus dilakukan sampai hari ini, Israel telah menguasai hampir 100% wilayah Palestina, dan hanya menyisakan Jalur Gaza dan wilayah Tepi Barat.
Iran adalah diantara negara yang sampai saat ini masih konsisten menolak mengakui keberadaan Israel sebagai sebuah negara berdaulat. Dikutip dari buku Dina Y Suleman, Ahmadi Nejad on Palestine (2008), melalui pidatonya, Presiden Ahmadi Nejad membantah 2 alasan utama berdirinya Israel dengan mengatakan, “Jika berdirinya Israel adalah kompensasi atas kejahatan perang Dunia terhadap bangsa Yahudi, dan kezaliman tersebut terjadi di Eropa, mengapa tebusannya harus diberikan oleh sebuah bangsa di Timur Tengah?. Mengapa bangsa yang tidak ikut serta dalam perang dunia harus mengganti kerugiannya?.
Mengapa tanah untuk korban perang, bukan diberikan di wilayah Eropa dan mengapa diberi tempat tinggal di Palestina?.”
Untuk alasan kedua, Ahmadi Nejad mengatakan, nenek moyang Zionis pernah hidup 2500 tahun lalu di Palestina, dan karena itu Zionis berhak mewarisi dan tinggal di Palestina, jika hukum ini yang harus diberlakukan, maka semua wilayah pembatasan politik hari ini juga harus ikut musnah.
Sebab pertanyaannya, siapa yang hidup di Amerika 250-300 tahun lalu? mengapa yang hidup di Amerika sekarang justru pendatang dan merasa berhak mendirikan sebuah negara berdaulat.
Lebih lanjut Ahmadi Nejad mengatakan setidaknya ada lima penderitaan yang diakibatkan oleh rezim Zionis, yang ternyata tidak menimpa palestina saja, namun juga umat manusia secara global.
Diantaranya:
1. Ancaman terus menerus. keberadaan rezim zionis merupakan ancaman dan tekanan terus menerus. semakin dekat ke israel semakin terancam. Lihat Suriah dan Lebanon bahkan Palestina yang terancam keamanannya dengan keberadaan Israel. Kecuali Mesir, yang memang memilih mengakui kedaulatan dan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
2. Pemborosan sumber daya umat Islam. Energi umat Islam banyak dihabiskan mengurus masalah Palestina dan penolakan terhadap rezim Zionis. Bantuan yang diberikan rakyat Indonesia misalnya, itu totalnya bisa ratusan milyar, sementara di negeri kita sendiri dengan uang segitu, berapa banyak sekolah yang bisa didirikan, perumahan untuk mereka yang tidak punya rumah dan seterusnya.
3. Penghinaan terhadap kemuliaan umat Islam. Bagaimana zionis dengan bertindak seenaknya dengan situs-situs islam bersejarah yang ada di Alquds.
4. Terjadinya perpecahan di dunia Islam. Negara-negara Islam saling mencurigai satu sama lain. Patokannya mau menerima israel atau tidak.
5. Mencegah kemajuan negara-negara Islam. Kita lihat bagaimana negara-negara Islam di timur tengah disibukkan dengan konflik sehingga kemajuan mereka terhambat. Negara yang harusnnya memikirkan bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat harus sibuk menggelontorkan trilyunan dana untuk membangun angkatan perang karena keamanan negara mereka terancam.
Setidaknya dari 5 poin inilah, mengapa kita harus menolak eksistensi rezim Zionis di wilayah Palestina.
Sekarang mengapa Palestina harus dibela? bukan semata karena disanalah tanah suci dan kiblat pertama umat Islam berada, melainkan karena disana telah terjadi penjajahan dan penjarahan selama puluhan tahun.
Palestina adalah negara merdeka yang berdaulat, dan punya wilayah teritorial yang diakui resmi dunia. Namun segerombolan Yahudi datang di wilayah Palestina datang dan membuat koloni. Dengan dukungan Inggris, Yahudi mendirikan negara di atas wilayah Palestina dengan nama Israel tahun 1948.
Negara yang pertama mengakui kedaulatan Israel adalah Amerika Serikat. Oleh karena itu, ketika menyatakan diri mendukung kemerdekaan Palestina, mengutuk dan menjadikan Amerika Serikat dan Inggris sebagai musuh menjadi sebuah keniscayaan.
Disaat semua negara-negara lain didunia telah merdeka, Palestina tetap berada dalam penjajahan dan ketertindasan yang berlarut-larut. Solusi dua negara yang ditawarkan PBB, bahwa Israel dan Palestina menjadi dua negara yang berdampingan secara damai, terang ditolak mentah-mentah rakyat Palestina.
Israel bangsa pendatang, yang datang menjajah dan mendirikan negara diatas negara yang berdaulat dan merdeka, yaitu di Palestina. Bagi rakyat Palestina, hanya satu solusi: Israel harus bubar, apapun taruhannya.
Mengakui kedaulatan Israel, sama saja mengakui penjajahan atas Palestina. Itulah mengapa Indonesia menolak mengakui kedaulatan Israel, sebab sama dengan menghantam prinsip bangsa Indonesia sendiri yang menentang adanya penjajahan di muka bumi.
Kelompok-kelompok sesat yang mengatasnamakan Yahudi mengklaim Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka. Dengan dalil-dalil agama dan kitab suci, Israel melegalkan penjajahan dan perampasan. Padahal untuk memahami konflik di Palestina tidaklah rumit.
Sesederhana kita memahami penjajahan yang pernah terjadi di nusantara. Bahwa Belanda sebagai bangsa asing yang datang dari Eropa datang ke nusantara menjajah rakyatnya dan mendirikan pemerintahan Hindia Belanda dengan kekuasaan ada di tangan mereka.
Salah satu yang membela Palestina, adalah Iran, yang dengan itu benar-benar menunjukkan keseriusannya. Iran sampai konsisten tidak mau mengakui Israel sebagai negara, termasuk enggan punya hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan Inggris yang disebut Iran punya andil besar dalam berdirinya Israel.
Kengototannya membela Palestina dan menolak Israel, membuat Iran diboikot, diembargo dan dikucilkan di panggung internasional dan itu sampai sekarang. Diawal kemenangan revolusi Islam Iran, bahkan sebelum Republik Islam mempunyai perangkat idealnya sebuah negara, Iran telah membuka kantor kedutaan besar Palestina di Tehran, kantor kedutaan tersebut sebelumnya adalah kantor kedutaan Israel.
Diplomat Israel di usir, kantornya disita dan dijadikan kantor kedutaan Palestina. Peresmian kedutaan tersebut dihadiri langsung Yasser Arafat, sebagai tokoh politik Palestina. Imam Khomeini adalah tokoh agama pertama yang mengeluarkan fatwa kebolehan dana Baitul Mal digunakan untuk membantu rakyat Palestina.
Setiap tahunnya Iran mengadakan konferensi internasional bela Palestina. Iran sampai membentuk pasukan brigade Alquds, ini adalah kesatuan militer resmi Iran yang ditugaskan secara khusus merintis jalan pembebasan Palestina.
Panglimanya, Jenderal Qassem Soleimani di rudal tahun lalu, atas perintah langsung Donald Trump, menunjukkan bahwa keberadaan brigade al quds ini memang mengancam eksistensi Israel dan kepentingan Amerika Serikat di Timur Tengah.
Iran juga menetapkan Jumat terakhir di bulan Ramadhan sebagai hari al-Quds, yaitu hari turun ke jalan menyuarakan dukungan untuk Palestina dan berteriak kencang mengutuk Israel, Amerika Serikat dan Inggris.
Tidak tanggung-tanggung, dalam aksi tersebut yang hadir sampai jutaan orang. Melalui konferensi pers, petinggi-petinggi Hamas berkali-kali menyampaikan terimakasihnya kepada Iran atas sumbangsih dan pembelaannya. Tidak ada yang memungkiri, dibalik kemampuan Hamas membuat ribuan roket, ada peran Iran didalamnya.
Hamas juga tentunya mengucap terimakasih kepada negara-negara Arab lainnya, Qatar, Turki, Mesir dan seterusnya termasuk kepada Indonesia, yang sejak awal berdirinya telah memiliki keberpihakan yang jelas pada perjuangan kemerdekaan palestina. Indonesia termasuk negara yang rakyatnya kerap turun ke jalan menyuarakan pembelaan pada Palestina.
Apa manfaatnya? apa pengaruhnya? tidak sedikit kekuasaan digdaya runtuh hanya lewat aksi massa di jalan-jalan. Jangan pungkiri, kediktatoran Marcos di Filipina, Soeharto di Indonesia, dan Husni Mubarak di Mesir itu tumbang karena teriakan-teriakan massa.
Revolusi di Iran yang menggguncang dunia di akhir abad 20, juga kemenangannya diraih melalui rangkaian aksi demonstrasi. Meski hanya modal teriakan mengutuk Zionisme dan membela Palestina lewat aksi bersama turun ke jalan, itu sudah menjadi hujjah dihadapan Allah swt, bahwa kita punya keberpihakan dan kepedulian.
Dan kita liat sampai hari ini, lautan protes dunia internasional yang justru banyak digerakkan di negara-negara Eropa dan dijantung Amerika Serikat atas kebiadaban rezim Zionis dan gaungan dukungan terhadap Palestina terus menggema.
Oleh karena itu, penting sebagai muslim, yang percaya bahwa kebaikan sesedikit apapun akan dibalas oleh Allah bahkan berlipat ganda meniscayakan untuk kita turut memberikan bantuan dan kepedulian kepada rakyat Palestina.
(Penulis adalah pemerhati isu-isu Timur Tengah, sementara menetap di Iran)