Shared Berita

POLEWALI MANDAR, Sulbarpos.com — Gelombang penolakan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 semakin menguat di Polewali Mandar. Sebanyak 144 desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Polman menyatakan sikap tegas menolak regulasi tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Polman, Jumat (5/12/2025).

RDP berlangsung panas, menghadirkan Pimpinan Cabang Bank Sulselbar, Asisten I Pemkab Polman, Kabid Pemdes, Sekretaris Badan Keuangan Pemkab Polman, serta sejumlah perwakilan instansi teknis. Agenda dipimpin Ketua Komisi I DPRD Polman bersama jajaran anggota dewan.

Penolakan Apdesi berangkat dari dampak nyata di lapangan. Dana Desa tahap dua tak kunjung cair, membuat berbagai program fisik di desa terhenti menjelang akhir tahun.

Banyak pembangunan mandek di titik krusial, sementara kebutuhan masyarakat semakin mendesak.

Ketua Apdesi Polman, Hadir Jalil, menegaskan bahwa PMK 81/2025 dianggap tidak berpihak pada desa dan memberatkan secara administratif.

Ia menyoroti minimnya sosialisasi dari pemerintah pusat yang membuat desa tidak memahami teknis pelaksanaan aturan baru tersebut.

“Ada hambatan pembangunan fisik karena Dana Desa tahap dua tidak cair. Hal itu kami sampaikan saat RDP di DPRD Polman,” ujar Hadir.

Ia menyebutkan terdapat 27 desa yang sudah memenuhi syarat pencairan tahap dua. Bahkan, beberapa desa mengajukan permohonan sejak Juli 2025—jauh sebelum batas waktu 17 September 2025—namun hingga kini tidak ada realisasi.

“Ada desa yang mengajukan sejak Juli, tetapi tetap tidak cair,” tegasnya.

Ketegangan meningkat ketika sejumlah kepala desa mengkritik penjelasan Kepala Badan Keuangan Pemkab Polman yang dianggap tidak menyentuh pokok persoalan.

Penjelasan tersebut disebut tidak relevan dengan regulasi PMK 81/2025, terutama soal pencairan Dana Desa tahap tiga yang hingga hari ini masih belum terealisasi.

Baca Juga  Jelang Pendaftaran Bacaleg Peserta Pemilu 2024, LPP Bersama DPC- PKB Kabupaten Polewali Mandar Gelar Rapat Koordinasi

Beberapa kepala desa menyampaikan kekecewaan lantang karena merasa jawaban yang diterima tidak menyelesaikan kebuntuan administrasi maupun teknis.

Sebagai tindak lanjut, Apdesi Polman menyiapkan langkah advokasi ke tingkat pusat. Sebanyak 30 kepala desa disiapkan untuk bertolak ke Jakarta. Namun hingga kini baru 10 kepala desa yang tercatat siap berangkat.

Hadir Jalil menegaskan bahwa keberangkatan itu bukan untuk aksi anarkis, melainkan upaya dialog damai.

“Kami ke Jakarta bukan untuk aksi penolakan yang bersifat keras. Ini aksi damai untuk mendesak pemerintah mencabut PMK 81 Tahun 2025,” jelasnya.

RDP kali ini menggambarkan bagaimana regulasi yang tidak komunikatif dapat berdampak langsung pada roda pembangunan di desa.

Ketika aturan baru diterapkan tanpa sosialisasi memadai, desa berada pada posisi paling rentan—yang akhirnya merugikan masyarakat secara luas.

Perjuangan Apdesi Polman menjadi pengingat bahwa suara desa tak boleh dipandang sebelah mata. Ketegasan dan konsistensi dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat adalah kunci agar pembangunan tetap berjalan.

Desa adalah ujung tombak pelayanan publik—dan ketika desa bergerak, sesungguhnya mereka sedang memperjuangkan masa depan daerah. (*Bsb)

Editor: Basribas

Iklan