Sulbarpos.com , Jakarta — Kementerian Agama (Kemenag) RI, menerbitkan Surat Edaran Menteri Agama No. SE 09 tahun 2023 tentang Pedoman Ceramah Keagamaan pada 27 September 2023 lalu. SE itu bertujuan untuk memberikan panduan bagi penceramah agama dalam memberikan ceramah keagamaan di dalam tempat ibadah dimana salah satunya adalah tidak bermuatan kampanye politik praktis.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama, Jeane Maria Tulung mengatakan SE ini juga berlaku di seluruh tempat ibadah di Indonesia termasuk gereja. Sehingga Dirjen Bimas Kristen dengan tegas melarang gereja digunakan sebagai tempat kampanye politik praktis jelang pemilu 2024.
“Iya memang (dilarang), pak menteri juga kan sudah memberikan imbauan rumah ibadah jangan dijadikan tempat berkampanye berpolitik praktis dan sebagainya,”kata Jeane usai Pagelaran Moderasi Beragama di Kantor Kemenag Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Untuk mengontrol para penceramah agar tidak menyampaikan muatan politik, gereja kata Jeane memiliki sinode. Dimana sinode itu merupakan dewan gereja yang biasanya bertemu untuk memutuskan suatu masalah doktrin, administrasi atau pelaksanaan suatu hal tertentu.
“Para penceramah atau yang membawa khotbah di dalam gereja itu yang memang diakui oleh gereja dan punya sinode. Disitu kontrolnya ada di sinode yang mengatur para pendeta yang ceramah dan khotbah di gereja ataupun di tempat-tempat lain semuanya dalam kontrol sinode termasuk di gereja lokal itu sendiri,”ujarnya.
Lebih lanjut, Sinode sendiri sebelumnya juga harus telah terdaftar dan memiliki SK di bawah Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI.
“Iya, di sinode kan mereka terdaftar, sinode kan tau mana pendeta pendeta yang melayani gereja a,b,c,d,”tuturnya.
Sebagai informasi, dalam SE
Menteri Agama No SE 09 tahun 2023 itu penceramah diharuskan memiliki: pengetahuan dan pemahaman keagamaan yang moderat; sikap toleransi serta menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan; sikap santun dan keteladanan; dan wawasan kebangsaan.
Adapun materi ceramah keagamaan yang disampaikan harus bersifat mendidik, mencerahkan, dan konstruktif; meningkatkan keimanan dan ketakwaaan, hubungan baik intra dan antarumat beragama, dan menjaga keutuhan bangsa dan negara; menjaga Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika; tidak mempertentangkan unsur suku, agama, ras, dan antar golongan; tidak menghina, menodai, dan/atau melecehkan pandangan, keyakinan, dan praktik ibadat umat beragama serta memuat ujaran kebencian;
Kemudian tidak memprovokasi masyarakat untuk melakukan tindakan intoleransi, diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif; dan tidak bermuatan kampanye politik praktis.
(Sulbarpos/Gbr)