Shared Berita

POLEWALI MANDAR, Sulbarpos.com — Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sains di tingkat SMA memasuki babak baru. Tim peneliti Universitas Sulawesi Barat yang diketuai Jumriani menghadirkan inovasi penting melalui pengembangan modul ajar IPA berbasis etnosains dengan memanfaatkan agroindustri lokal sebagai sumber belajar kontekstual.

Penelitian yang berlangsung sejak Juni hingga Desember 2025 ini membawa pendekatan baru yang menghubungkan sains dengan realitas kehidupan masyarakat Sulawesi Barat.

Pengembangan modul ini dilatarbelakangi temuan lapangan bahwa pembelajaran IPA masih didominasi metode konvensional dan belum memanfaatkan kekayaan lokal.

Padahal, Sulawesi Barat dikelilingi komoditas unggulan seperti kopi Mamasa, kakao, gula aren, nilam, minyak kelapa Mandar, hingga kelapa sawit—seluruhnya memiliki nilai ilmiah dan budaya yang kuat.

Menjawab persoalan itu, tim peneliti menerapkan model pengembangan 4D (Define, Design, Develop, Disseminate) untuk merancang modul yang menyatukan konsep sains dengan praktik agroindustri masyarakat.

Proses pengolahan kopi dijadikan pintu masuk untuk mempelajari senyawa karbon, minyak nilam sebagai contoh aplikasi kimia hijau, hingga gula aren sebagai bahan kajian perubahan materi.

Modul tersebut juga memperkaya pengalaman belajar melalui proyek kewirausahaan yang mendorong siswa menghasilkan produk ramah lingkungan.

Ketua tim peneliti, Jumriani, menegaskan bahwa pembelajaran sains harus dekat dengan kehidupan peserta didik. Senin (8/12)

“Sains itu seharusnya membumi. Anak-anak kita hidup di lingkungan yang kaya potensi, namun pembelajaran di kelas masih banyak yang terlepas dari realitas itu. Dengan modul berbasis etnosains dan agroindustri lokal, kami ingin menghadirkan pembelajaran IPA yang kontekstual, mudah dipahami, dan relevan dengan kehidupan nyata mereka,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pendekatan ini tidak hanya memperkuat pemahaman ilmiah, tetapi juga membina kepedulian lingkungan dan menumbuhkan semangat kewirausahaan generasi muda.

Baca Juga  Diakhir Masa Jabatan Bupati, A.Ibrahim Masdar Tinggalkan Warisan Sampah di Kabupaten Polman

Efektivitas modul diuji di enam SMA di enam kabupaten, masing-masing UPTD SMAN 1 Rantim Mamasa, SMAS PPM Al-Ikhlas, UPTD SMAN 3 Majene, UPTD SMAN 1 Mamuju, UPTD SMAN 1 Topoyo, dan UPTD SMAN 1 Dapurang.

Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan pada hasil belajar siswa. Data ini menegaskan bahwa modul berbasis potensi lokal mampu memperkuat literasi ekologi, menambah wawasan budaya, sekaligus mengoptimalkan pemahaman konsep sains secara nyata.

Keberhasilan tersebut membuka peluang yang lebih luas bagi para guru IPA untuk memanfaatkan modul ini sebagai alternatif pendekatan pembelajaran kontekstual yang tidak hanya relevan, tetapi juga efektif dalam menghadirkan pengalaman belajar yang dekat dengan kehidupan siswa.

Inovasi yang digagas tim peneliti Unsulbar ini menjadi bukti bahwa penguatan pendidikan sains dapat dimulai dari hal yang sederhana: mempelajari apa yang ada di sekitar.

Ketika ilmu pengetahuan dipadukan dengan budaya dan potensi lokal, pembelajaran menjadi lebih hidup dan bermakna.

Harapannya, modul ini dapat diterapkan secara luas dan menjadi inspirasi bagi pengembangan pendidikan di daerah lain.

Inisiatif ini menegaskan bahwa masa depan pendidikan Indonesia berada di tangan mereka yang berani berinovasi dan melihat potensi lokal sebagai kekuatan besar.

Keterlibatan guru, sekolah, dan pemerintah daerah akan menjadi kunci dalam melahirkan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga mampu membaca peluang di lingkungannya sendiri. (*Bsp)

Editor: Basribas

Iklan