Sulbarpos.com, Mamuju — Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Barat mengukir langkah baru dalam upaya mewujudkan penyiaran yang inklusif dan berkeadilan gender. Melalui kegiatan bertajuk “Literasi Siaran Ramah Perempuan” yang digelar di home theater Gedung Serbaguna Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Mamuju, Senin (6/10/2025), KPID Sulbar menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan lima organisasi perempuan di Sulbar.
Kelima ormas tersebut yakni BKMT Sulbar, WKRI DPC Santa Maria Mamuju, PW Muslimat NU Sulbar, PW Aisyiyah Sulbar, dan PW Nasyiatul Aisyiyah Sulbar.
Ketua KPID Sulbar Mu’min mengatakan, sinergi ini menjadi yang pertama kalinya melibatkan lima ormas perempuan secara bersamaan dalam penguatan literasi penyiaran. Ia menilai peran perempuan sangat strategis dalam membangun budaya menonton dan mendengar siaran yang sehat di tengah arus informasi digital.
“Perempuan adalah sekolah pertama bagi anak-anak. Mereka memiliki peran besar dalam membimbing generasi agar mampu membedakan mana konten yang baik, mencerdaskan, dan mana yang berpotensi merusak,” ujar Mu’min dalam sambutannya.
Ia menambahkan, literasi penyiaran penting untuk memperkenalkan fungsi dan tugas KPID kepada masyarakat, terutama kaum perempuan. “Lewat MoU ini, kami ingin menggandeng ormas perempuan menjadi duta penyiaran dalam mengawal siaran yang sehat dan beretika,” jelasnya.
Perempuan, Garda Depan Literasi Penyiaran
Wakil Ketua KPID Sulbar Ahmad Syafri Rasyid berharap kolaborasi ini mampu memperluas pengawasan publik terhadap siaran televisi dan radio. Ia mengingatkan, meski media penyiaran kini relatif bebas dari hoaks, pelanggaran etika dan kesusilaan masih kerap terjadi.
“Jika ditemukan tayangan yang tidak sesuai norma, masyarakat berhak melapor ke KPID agar bisa segera ditindaklanjuti,” tegasnya.
Sementara itu, Nur Ali, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, menyoroti sinetron sebagai program yang paling rawan melanggar aturan penyiaran. Menurutnya, demi mengejar rating, beberapa sinetron masih menampilkan adegan dan bahasa yang tidak layak.
“KPI hadir untuk melindungi masyarakat, khususnya anak dan perempuan, dari tayangan yang mengandung kekerasan, pornografi, ujaran kebencian, atau diskriminasi,” ujarnya.
Nur Ali menegaskan, lembaga penyiaran wajib melakukan sensor internal agar tidak terkena sanksi sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Perempuan Jadi Teladan Literasi Media
Koordinator Bidang PKSP Firman Getaran menjelaskan alasan KPID menggandeng ormas perempuan: kelembutan dan keteladanan mereka diyakini efektif dalam menanamkan kebiasaan bermedia yang sehat di lingkungan keluarga.
Komisioner Kelembagaan Naluria Islami, yang akrab disapa Uri, menambahkan bahwa eksistensi televisi dan radio tidak akan tergantikan oleh media sosial.
“TV dan radio tetap menjadi sumber informasi terpercaya karena kontennya telah diverifikasi. Kami juga membuka kesempatan bagi ormas perempuan untuk berkunjung dan melihat langsung bagaimana proses pengawasan siaran dilakukan di KPID,” ujarnya.
Koordinator Bidang Kelembagaan Hadrah menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan lanjutan dari berbagai program literasi yang telah dijalankan KPID, seperti Goes to School dan Goes to Campus.
“Sebelumnya kami juga telah bermitra dengan PW Fatayat NU. Jadi kini ada enam ormas perempuan yang bersama-sama memperkuat penyiaran sehat di Sulbar,” ungkapnya.
Langkah Lanjutan: Dari MoU ke Aksi Nyata
Wakil Ketua BKMT Sulbar Jamilah meminta KPID menindaklanjuti kerja sama ini dengan pelatihan literasi penyiaran bagi anggota ormas. Hal senada disampaikan oleh perwakilan WKRI Mamuju, Federica, yang berharap MoU ini dilanjutkan dengan penyusunan program kerja konkret.
Menanggapi hal itu, Ketua KPID Sulbar Mu’min memastikan akan ada tindak lanjut nyata.
“Kegiatan sederhana tapi berdampak besar jauh lebih penting. Tahun depan kami akan kembali mengundang ormas perempuan untuk memperdalam pemahaman tentang P3SPS dan merumuskan program kerja bersama,” pungkasnya.(*)