Sulbarpos.com, Mamuju – Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dan Pemerintah Kabupaten Mamasa semakin serius mendorong wilayah Kondo Sapata sebagai produsen anggrek di Indonesia. Pada Minggu, (28/7/2024), telah digelar seminar atau diskusi online dengan tema “Mewujudkan Mamasa Sebagai Kabupaten Produsen Anggrek yang Mendunia,” yang menghadirkan narasumber nasional. Narasumber tersebut adalah Akademisi Agronomi dan Hortikultura IPB, Prof. Edi Santoso, dan Ketua Umum Perhorti serta Dosen Agronomi Hortikultura IPB, Prof. Dr. Dewi Sukma. Keduanya mendukung upaya Penjabat (Pj) Gubernur Bahtiar Baharuddin dalam mendorong Mamasa sebagai produsen anggrek nasional.
Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin, dalam sambutannya menyatakan bahwa wilayah Mamasa rawan bencana seperti longsor, sehingga diperlukan antisipasi dini dengan menanam lebih banyak tanaman.
“Pilihan tanamannya harus dikenal masyarakat dan tidak menggunakan lahan banyak,” kata Bahtiar.
Bahtiar juga menambahkan bahwa jika Mamasa bisa dikembangkan menjadi penghasil anggrek di Indonesia, hal ini bisa menciptakan brand baru bagi tanah air.
“Para teknologi dan pengusaha harus terlibat. Tidak ada lagi yang setengah-setengah, makanya kami adakan forum ini,” ungkapnya.
Bahtiar menegaskan perlunya forum yang lebih konkret untuk menyusun tahapannya dalam waktu sebulan, dengan melihat progresnya dalam 6 bulan ke depan.
“Kita punya kekuatan yang harus dikembangkan. Ini akan memiliki efek ke alam, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya membangun ekosistem agar Mamasa dapat bernilai besar di kancah nasional maupun internasional.
Senada dengan Bahtiar, narasumber Profesor Eddy Agus Basuki mengatakan bahwa anggrek bukan hanya hobi, tapi bisa menjadi bagian dari bisnis. Potensi yang dimiliki Mamasa sangat luar biasa.
“Kita harus bergerak menjadikan Mamasa sebagai kabupaten penghasil anggrek terbesar dengan perbaikan ekosistem dan teknologinya,” ucapnya.
Dari segi geografis, iklim Mamasa sangat cocok untuk tumbuhnya anggrek, dengan ketinggian tempat yang pas.
“Kondisinya mirip dengan Thailand Utara, yang juga merupakan penanam hortikultura. Kita harus memahami dan menjalankan ekosistemnya,” paparnya.
Petani anggrek Mamasa, Andre Sambokaraeng, menceritakan pengalamannya selama 8 tahun bergerak dalam budidaya anggrek, hingga saat ini terdapat lebih dari 100 pembudidaya anggrek yang bergantung pada hutan.
“Masa depan budidaya anggrek tidak lagi bergantung pada hutan, sehingga pelestarian budidaya anggrek bisa lebih terjaga,” tuturnya.
Ia juga menceritakan bahwa pembeli anggrek datang dari berbagai daerah, seperti Jawa dan Aceh, meskipun sebelumnya dirinya hanya menjual tanpa pengetahuan yang cukup.
“Kami bersyukur adanya ruang ini untuk mengembangkan budidaya anggrek,” tandasnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Dewi Sukma memberikan strategi agar anggrek dapat menjadi primadona dunia. Menurutnya, Mamasa harus lebih dulu membuat SOP perbanyakan dan budidaya anggrek untuk tujuan komersial, baik secara konvensional, kultur jaringan, maupun optimalisasi lingkungan tumbuh. Selain itu, budidaya greenhouse juga diperlukan. Dewi Sukma juga mendorong pembinaan kelompok tani, administrasi, dan manajemen bisnis, serta sering mengadakan lomba, pameran, festival, dan gathering.
Diskusi online tersebut dihadiri oleh berbagai pejabat, termasuk Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, Pj Bupati Mamasa, Asisten Setda Provinsi Sulbar, Staf Ahli Gubernur, Kepala Perangkat Daerah Provinsi Sulawesi Barat, serta kepala dinas yang menaungi sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, koperasi dan UKM, perindustrian dan perdagangan di Kabupaten Se-Sulawesi Barat, kepala perbankan di Kabupaten Se-Sulawesi Barat, fungsional penyuluh pertanian, pengawas benih tanaman, POPT, camat, kepala desa/kelurahan se-Kabupaten Mamasa, hingga pemerhati dan pembudidaya/petani anggrek.
Sebelumnya, Pj Gubernur Sulawesi Barat, Dr. Bahtiar Baharuddin, telah meluncurkan gerakan konservasi Anggrek Mamasa di Desa Tondok Bakaru. Ada 1.700 spesies tanaman anggrek yang dikenal beragam dan tidak dimiliki negara lain selain di Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat, yang berada di ketinggian 600-2.000 mdpl di atas permukaan laut.
“Kami akan mendorong anggrek menjadi komoditas utama Kabupaten Mamasa dan menjadikannya produsen anggrek kelas dunia karena potensinya sangat besar. Iklimnya cocok karena daerah pegunungan,” ujar Bahtiar. (Adv)