Sulbarpos.com, WAJO – Hari kelima Studi Karya Inovasi Pemprov Sulbar berlangsung di lokasi penangkaran ikan sidat di Abbanuange, Kecamatan Pammana, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (3/7/2024).
Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar, didampingi oleh Asisten III Bidang Administrasi Umum, Amujib, Kadis Kelautan dan Perikanan, Suyuti Marzuki, Kadis Sosial, Abdul Wahab, dan sejumlah OPD lainnya.
Rombongan Pemprov Sulbar diterima oleh Pj Bupati Wajo, Andi Bataralifu, Camat setempat, serta penyuluh perikanan. Kedatangan rombongan ini disambut oleh ratusan warga setempat dan mereka dijamu dengan makanan khas daerah tersebut.
Arwan, penyuluh perikanan Kabupaten Wajo, menjelaskan bahwa penangkaran ikan sidat di tempat ini dikelola oleh Haji Malla, yang juga bertindak sebagai pengumpul ikan sidat. Warga di kecamatan tersebut sudah lama berprofesi sebagai pencari ikan sidat dan menjualnya ke Haji Malla. Tidak hanya warga setempat, nelayan ikan sidat dari Kabupaten Sidrap, Bone, dan Soppeng juga menjual ikan mereka ke penangkaran milik Haji Malla. Ikan sidat tersebut tidak dijual dalam keadaan mati; para nelayan membawanya dalam keadaan hidup kemudian disterilkan di penangkaran. Harga per kilogramnya mencapai 100 ribu rupiah, sementara satu ekor ikan dapat mencapai berat 5 hingga 6 kilogram.
Pj Bahtiar menjelaskan bahwa ia sengaja datang ke Wajo karena di Sulawesi Barat juga banyak pencari ikan sidat. Namun, harga jual di Sulbar masih sangat murah dibandingkan dengan di Wajo yang jalur ekonominya sudah terbuka.
“Saya datang ke daerah yang mana satu-satunya di Pulau Sulawesi yang mempunyai komunitas nelayan tangkap ikan sidat yang disebut Massapi oleh orang Bugis dan Mandar. Ini adalah jenis kualitas ekspor dan memiliki protein tinggi,” ungkap Pj Bahtiar.
Ikan sidat banyak diminati oleh negara maju seperti China, Jepang, Singapura, serta negara Asia lainnya. Namun, ikan ini mirip dengan ikan salmon yang memiliki kesulitan dalam penangkapannya.
Siklus hidup ikan sidat terbilang unik karena melalui tiga perairan, yaitu laut, estuari, dan tawar. Fenomena ini terjadi karena sifat katadromus yang melekat pada ikan sidat, yaitu migrasi dari perairan tawar menuju lautan untuk pemijahan. Setelah itu, larva bermigrasi dari lautan, melewati estuari hingga perairan tawar, berubah dari satu stadia ke stadia berikutnya.
Di Pulau Sulawesi, terdapat lima jenis ikan sidat, yaitu Anguilla marmorata, Anguilla celebesensis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor pacifica, dan Anguilla interioris. Permintaan untuk spesies ini banyak berasal dari Amerika, Eropa, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan China.
Bahtiar mengungkapkan bahwa di Sulbar juga banyak ikan sidat, namun masih perlu dorongan khususnya intervensi dari pemerintah untuk membantu nelayan sidat di Sulbar agar lebih berkembang dan maju.
“Selama ini kan ambilnya melalui memancing. Nah di sini rupanya tidak memancing lagi. Mereka punya alat. Sehingga masyarakat Sulbar dapat mengadopsi,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Abdul Wahab mengatakan kedatangan mereka ke Kabupaten Wajo tentunya akan sangat bermanfaat bagi warga Sulbar. Menurutnya, program yang diinisiasi oleh Pj Bahtiar melalui studi karya inovasi akan bermanfaat bagi masyarakat Sulbar.
“Setelah dari sini, sesuai petunjuk gubernur, kita secepatnya memperlihatkan kepada masyarakat untuk memberikan contoh dari kegiatan ini. Sehingga nantinya, semua yang kita kunjungi dapat diterapkan di Sulbar,” harap Wahab. (Adv)