Shared Berita

Oleh : Dr. Muslimin, M.Si

Sulbarpos.com, Opini — Keberhasilan suatu negara memiliki relevansi yang signifikan dengan kualitas pendidikan yang diselenggarakan. Sedangkan kualitas pendidikan berbanding lurus dengan kejelasan tujuan dan arah kebijakan yang hendak dicapai. Standar kualitas merupakan perwujudan dari komitmen kolektif untuk menjadi bangsa yang unggul, maju, dan berperadaban. Oleh karena itu, keunggulan pendidikan menjadi indikator majunya suatu bangsa, sebaliknya rendahnya daya saing bangsa merupakan pencerminan dari rendahnya kualitas pendidikan yang dihasilkan.

Secara normatif kebijakan pemerintah dalam upaya perbaikan kualitas pendidikan tercermin dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat 1 yang berbunyi “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).” Dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang tinggi diharapkan dapat menciptakan pendidikan yang baik sehingga mampu berkompetisi secara global dengan negara-negara di dunia. Namun kenyataan menunjukkan realitas yang sebaliknya. Berbagai permasalahan internal seperti layanan pendidikan tanpa diskriminasi, ketersediaan dana untuk program wajib belajar, ketersediaan tenaga pendidik yang bermutu, pembinaan tenaga pendidik untuk sekolah dan di luar sekolah, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan menjadi hambatan utama dalam menciptakan pendidikan yang bermutu.

Reformasi pendidikan yang diawali dengan kebijakan otonomisasi pada satuan pendidikan dan berujung pada perluasan kewenangan guru dalam mengembangkan pembelajaran telah berpenetrasi pada semua aspek pendidikan, bahkan PP No. 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), mengamanahkan untuk dilakukan standarisasi delapan aspek pendidikan, yakni isi kurikulum, rumusan kompetensi kelulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, proses pembelajaran, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan, penilaian dan pengelolaan.
Reformasi pendidikan tersebut telah membawa perubahan paradigma dalam semua aspek, salah satunya pada aspek Pedagogi dimana merupakan active learning berbasis teori constructivism. Teori ini menawarkan proses pedagogi yang lebih mengandalkan pada perluasan dan pengayaan sumber belajar untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa, karena dalam teori constructivism, guru harus memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan eksplorasi, elaborasi, kemudian terakhir melakukan konfirmasi pada guru sebagai senior Lerner yang telah lebih berpengalaman dalam melakukan eksplorasi terhadap bahan-bahan yang mereka pelajari.

Baca Juga  Darurat Sampah di Wonomulyo, Mendesak Solusi dan Aksi Cepat

Konsep belajar sejak era reformasi pendidikan lebih didominasi oleh siswa, dimana mereka lebih banyak melakukan proses interaksi dalam kelas, baik dengan bahan ajar maupun dengan teman sebaya mereka. Mereka melakukan pencarian informasi keilmuan dari berbagai literatur, membahas temuan-temuannya, melatih kemahiran mengoperasikan ilmunya, melakukan analisis, sintesis, dan pemyimpulan akhir. Guru mendampingi mereka belajar, membimbing para siswa melakukan latihan mengoperasikan teori-teorinya dalam kelas, membimbing para siswa untuk mengulangi pelajaran dengan sesama teman sebaya, dan bahkan membimbing mereka melakukan uji coba di laboratorium.

Sistem dan mutu pendidikan di negara kita sampai saat ini masih tertinggal jauh dibanding negara-negara lain yang jelas sudah lebih dulu maju. Negara kita seakan dihantui oleh segudang problematika masalah dalam dunia pendidikan yang tak kunjung menemui kata akhir. Di lain pihak para pelaku pendidikan sendiri tidak segera bergerak untuk berubah membenahi kondisi pendidikan yang sudah terlanjur rusak. Untuk mendongkrak kualitas pendidikan saat ini perlu adanya upaya inovatif besar yang harus dilakukan oleh segala elemen masyarakat, seperti beberapa hal sudah dilaksanakan oleh pemerintah, program wajib belajar 12 tahun, sekolah gratis dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu Jakarta Pintar, dan sebagainya. Akan tetapi program-program tersebut tidak memberikan dampak besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia karena ternyata masih cukup banyak kendala yang dihadapi dapat merasakan program pemerintah tersebut terutama sekolah sekolah yang cukup jauh dengan akses yang terbatas

Pemulihan pendidikan pasca covid 19

Maret 2020 merupakan awal penyebaran virus Covid-19 dimana Pandemi Covid-19 ini telah memberikan dampak yang cukup serius di berbagai bidang, salah satunya bidang pendidikan. Proses pembelajaran yang biasanya dilakukan secara langsung dan tatap muka kini beralih menjadi pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan aplikasi belajar online agar kegiatan belajar (KBM) dapat berjalan dengan lancar. Awalnya, pembelajaran jarak jauh cukup sulit untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan guru dan siswa belum terbiasa melaksanakan kegiatan belajar secara virtual dan menggunakan aplikasi dalam kegiatan belajar. Dengan adanya virus covid 19 ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu menerapkan proses kegiatan belajar dari rumah pada berbagai jenjang pendidikan, ini artinya sekolah harus ditutup dan dengan ditutupnya sekolah, maka siswa tidak bisa saling berinteraksi dengan teman-temannya dan guru secara langsung. Pandemi ini mengharuskan sekolah merubah metode belajar dari tatap muka( off line) menjadi on line atau daring. Metode pembelajaran ini dinilai efektif dan solusi terbaik bagi siswa untuk tetap belajar di tengah pandemi Covid-19, walaupun dinilai efektif dan menjadi solusi terbaik, tetapi pembelajaran daring masih menimbulkan permasalahan.

Baca Juga  Pemilih Pilu

Penerapan pembelajaran daring menyebabkan pergeseran peran antara guru dan orang tua. Dalam proses pembelajaran, biasanya guru akan menjadi pembimbing dan pengajar bagi siswa yang sedang melakukan proses kegiatan belajar. Sedangkan pada pembelajaran daring, guru tidak dapat melaksanakan peran itu kembali.Peran guru akan dialihkan pada orang tua,dalam hal ini, orang tua tidak hanya berperan sebagai pengawas ketika siswa sedang belajar di rumah, tetapi orang tua juga harus siap dalam membimbing dan mengajari anak-anak ketika mendapatkan kesulitan dalam pembelajaran.Selain mengalami pergeseran peran antara guru dan orang tua, siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan guru dalam proses belajar. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan media yang dipakai dan sulitnya jaringan internet yang menyebabkan siswa tidak dapat mengikuti proses belajar dengan lancar. Untuk mengatasi permasalahan ini, guru bisa memberikan materi atau topik pembelajaran yang akan diberikan sebelum kegiatan belajar dimulai. Dengan begitu, siswa akan mempelajari materi tersebut sebelumnya dan ketika mengalami kendala ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, mereka tidak akan mengalami ketertinggalan.

Kaitan dengan pemulihan pendidikan masa pandemi dan pasca pandemi, maka pemerintah telah melakukan beberapa langkah strategis, pertama, relokasi anggaran, SKB empat Menteri tentang Pembelajaran Tatap Muka, koordinasi dengan pemerintah daerah dan sekolah. Kedua, transisi masa pandemi, dimana pemerintah telah melakukan vaksinasi terhadap guru dan tenaga kependidikan, Pemerintah juga melakukan penyiapan infrastruktur termasuk digitalisasi dan telekomunikasi untuk pemenuhan pembelajaran di masa pandemi,melakukan survey pembelajaran tatap muka, persiapan pembelajaran tatap muka terbatas, remedial, penyiapan digitalisasi sekolah, penyiapan program Sekolah Penggerak dan melakukan upaya pembinaan UKS untuk mendukung kebiasaan hidup di era new normal, dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Ketiga, strategi di masa pasca pandemi yaitu melakukan penguatan dan perluasan digitalisasi sekolah termasuk di wilayah 3T. Memberikan optimalisasi PHBS, Scala up pengembangan sekolah penggerak serta penguatan Profil Pelajar Pancasila melalui berbagai moda pembelajaran (daring, luring, dan project based learning).

Baca Juga  Pentingnya Toleransi Agama Menjelang Pemilihan Presiden

Akhirnya kita berharap bahwa proses pemulihan pendidikan saat ini benar benar mampu menjawab permasalahan pendidikan yang ditimbulkan dari covid19, termasuk bagaimana pandemi ini segera berakhir sehingga kondisi dan sistem pendidikan kita bisa berjalan normal kembali. Pelajaran berharga yang bisa menjadi bahan renungan bagi kita dari serangan wabah tersebut adalah bahwa betapa sistem pendidikan kita begitu lemah dan kurang siap bahkan tidak berdaya dalam menghadapi kondisi darurat seperti ini, artinya bahwa penguatan sistem pendidikan dalam menghadapi kondisi darurat menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak. Kebijakan dalam membangun sistem pendidikan agar menjadi kuat dan siap dalam kondisi apapun menjadi hal yang harus diseriusi oleh pemerintah dan tidak boleh ditunda tunda sebab dampak yang ditimbulkan dari permasalahan itu cukup serius dan berat bagi kelangsungan pendidikan.(*)

 

Penulis adalah Pemerhati Pendidikan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan



Open chat
Hello 👋
ada yang bisa kami bantu ??