Shared Berita

Oleh: Pitriani

OPINI – Pamboang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Majene yang dikenal dengan kekayaan hasil alamnya. Di antaranya adalah loka pere dan pandang (nanas). Loka pere merupakan jenis pisang endemik yang hanya tumbuh baik di Desa Adolang dan Adolang Dhua, Kecamatan Pamboang. Sementara itu, pandang atau nanas lokal dari Pamboang pernah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebagai salah satu varietas unggul nasional dan meraih predikat terbaik kedua di Indonesia.

Selain hasil alam, Pamboang juga terkenal dengan keindahan pantainya, seperti Pantai Taraujung dan Pantai Rewata’a. Keduanya menawarkan pesona yang berbeda: Taraujung dengan tebing-tebingnya yang menjulang, dan Rewata’a dengan suasana tenangnya yang menenangkan. Tak hanya itu, sebagian besar masyarakat Pamboang menggantungkan hidup pada laut sebagai nelayan, baik dengan menggunakan lepa-lepa, puka’, maupun katinting. Para pelaut Pamboang merupakan bagian dari masyarakat Mandar yang dikenal sebagai pelaut ulung.

Namun di balik potensi alam dan keindahan tersebut, Pamboang kini menghadapi ancaman serius terhadap kelestarian lingkungannya. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah membuat sungai dan laut menjadi tempat pembuangan akhir. Tumpukan sampah dapat dengan mudah ditemukan di pesisir dan sekitar permukiman warga. Kondisi ini diperparah oleh minimnya perhatian pemerintah daerah dalam penyediaan sarana pengelolaan sampah. Saat ini, Kabupaten Majene hanya memiliki satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Selain persoalan sampah, hadir pula aktivitas pertambangan yang mulai mengeruk sumber daya alam Pamboang. Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi menghilangkan keaslian dan keindahan alam Pamboang. Pesona yang dulu dibanggakan bisa tertutup oleh tumpukan sampah dan debu tambang, mencerminkan ketidakseimbangan antara pembangunan dan perlindungan lingkungan di tingkat daerah.

Baca Juga  Rapimcab Gerindra Majene Usulkan Gibran Jadi Cawapres Prabowo di Pilpres 2024

Masalah lingkungan di Pamboang bukan semata disebabkan oleh perilaku masyarakat, tetapi juga mencerminkan lemahnya peran pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan. Padahal, Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjamin hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pemerintah Republik Indonesia juga telah menetapkan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah agar tidak merusak lingkungan. Selain itu, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah daerah melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap setiap kegiatan yang berpotensi mencemari atau merusak lingkungan.

Jika pengawasan terhadap aktivitas tambang di Pamboang tidak dilakukan dengan tegas, maka kerusakan lingkungan akan semakin meluas dan berdampak pada hasil alam khas serta keindahan yang menjadi kebanggaan daerah ini.

Oleh karena itu, masyarakat harus mulai menyadari pentingnya menjaga lingkungan sekitar. Pemerintah daerah perlu mengintensifkan edukasi dan penyediaan fasilitas pengelolaan sampah di setiap kecamatan, agar sungai dan laut tidak lagi menjadi tempat pembuangan. Di sisi lain, pengawasan terhadap aktivitas tambang juga harus diperketat, bukan hanya sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, tetapi sebagai upaya nyata menjaga kelestarian alam Pamboang.

Sebab, Pamboang bukan sekadar nama di peta, melainkan tanah kelahiran yang kaya akan keindahan dan potensi alam yang menjanjikan asal dikelola dengan bijak.

Menjaga alam Pamboang berarti menjaga masa depan kita bersama.

 

(Penulis Adalah Mahasiswi UNSULBAR)

 

Iklan