Shared Berita

Sulbarpos.com , Jakarta — Menteri Sosial Tri Rismaharini menengarai kemiskinan ekstrem merupakan akar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang marak terjadi belakang ini. Hal ini diindikasikan dari kebanyakan korban dilatarbelakangi persoalan utama kemiskinan di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di kawasan-kawasan perbatasan.

“Core (inti) TPPO itu rata-rata kemiskinan. Wilayah-wilayah perbatasan itu rata-rata daerah miskin sehingga rentan terjadi TPPO. Kalau kondisi ekonominya baik, mereka tidak mungkin tergiur tawaran pekerjaan gak jelas atau migrasi,” kata Mensos dikutip dari kemensos.go.id , Jumat (23/6/2023).

Untuk itu, Kementerian Sosial berupaya menuntaskan persoalan itu dengan melakukan penguatan kemandirian kepada masyarakat. Ditegaskan Mensos, langkah ini diambil lantaran akar masalah TPPO yakni kemiskinan, yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kemensos.

Dalam kasus TPPO, Kemensos tidak memiliki kewenangan dalam penindakan. Namun, penanganan kemiskinan sebagai akar masalah merupakan perhatian penting Kemensos.

“Sebetulnya, bukan kenapa kami (Kemensos) jadi terlihat nguber TPPOnya? Kami bukan menangani TPPOnya, kami ingin melindungi korban karena kami yakin (korban) berangkatnya pasti dari kemiskinan, dan itu sudah jadi tupoksi kami,” ujar Risma.

Penanganan khusus yang dilakukan Kemensos untuk mengentaskan kemiskinan, utamanya di kawasan tertinggal, terpencil, dan terluar (3T), tidak lepas dari bantuan yang sifatnya pemberdayaan guna mendorong masyarakat mandiri secara ekonomi dan keluar dari garis kemiskinan.

“Sudah saya perintahkan pada para Kepala Sentra untuk memetakan potensi apa di daerah-daerah yang dianggap miskin itu sehingga kita bisa lakukan untuk perbaikan ekonominya. Misalnya, di NTT, potensinya pertanian, maka kita maksimalkan potensinya,” ucap dia.

Beberapa kawasan perbatasan yang disebut Risma diberikan penanganan khusus, yakni Sebatik, Krayan (perbatasan dengan Malaysia), Wini, Malaka, Atambua (perbatasan dengan Timor Leste), Skouw (perbatasan dengan Papua Nugini), dan Bertam (perbatasan dengan Singapura).

Baca Juga  HPMC Tolak Keras Tempat Pembuangan Sampah Sementera di Desa Laliko, Campalagian 

Di Wini, misalnya, selain memberikan ibu-ibu bantuan peralatan untuk membuat kain tenun, Kemensos juga mendorong potensi Bunga Matahari sebagai daya tarik wisata dan biji bunga dikelola sebagai bahan baku minyak goreng.

“Di Skouw, kita bantu pemberdayaan berupa ayam petelur, ternak babi, dan beberapa anak kita kirim untuk mengikuti pelatihan di NTT. Kita dibantu juga oleh PLBN berupa 4 kios untuk masyarakat berdagang di lokasi PLBN,” katanya menjelaskan.

Adapun di Malaka, Kemensos memberikan bantuan pemberdayaan berupa ayam petelur dan peralatan untuk membuat tas dari tenun, termasuk menggali potensi pertanian di Malaka karena tanah subur dan suhu dingin.

Lain lagi di Bertam, kebutuhan yang diperlukan masyarakat, yakni perahu untuk anak-anak menyeberang ke sekolah dan fasilitas untuk mereka belajar online. “Kita dorong pendidikan mereka untuk menekan TPPO,” kata Risma.

Korban TPPO, dikatakan Risma, telah ditangani beberapa UPT (Sentra, Sentra Terpadu, dan Balai Besar) Kemensos. Hingga Rabu (21/6), korban yang ditangani UPT Kemensos berjumlah 196 korban perdagangan orang dan 216 pekerja migran bermasalah.

“Kemudian, kemarin baru datang dari satu negara, yang baru kami tangani ada 29. Mereka berasal dari kabupaten/kota di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Risma menegaskan penanganan untuk kawasan perbatasan dilakukan dengan pendekatan berbeda.

“Yang jelas, nanti kita akan dalami khusus melalui pendekatan berbeda, terutama untuk treatment kawasan-kawasan perbatasan. Kita bantu selesaikan orang per orangnya supaya nanti penanganannya lebih cepat dan lebih tepat,” pungkasnya.

(Sulbarpos/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan