Shared Berita

Sulbarpos.com, Majene — Dalam Perpres 125 tahun 2016 pada Bab VI pasal 40 bagian a tentang Pendanaan berbunyi “Pendanaan yang diperlukan untuk penanganan pengungsi bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara melalui kementerian/lembaga terkait,” Senin (1/1/2024).

Kaprodi HI Unsulbar, Andi Ismira menilai Perpres tersebut membuka peluang penggunaan APBN terhadap pengungsi, sehingga dapat menjadi masalah. Ia menganggap hal tersebut sebagai inkonsistensi pemerintah Indonesia.

Ismira berpendapat, walaupun pendanaan pengungsi Rohingya bersumber dari institusi eksternal, pemerintah setempat tetap ada kontribusi.

“Meski mereka mendapatkan dana dari institusi eksternal, hal ini tidak berarti bahwa pemerintah setempat tidak berkontribusi. Menerima pengungsi, membutuhkan orang-orang yang bekerja di rumah penampungan atau Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi). Belum lagi kebutuhan tenaga-tenaga yang akan menangani pengungsi tentu itu butuh dana yang tidak sedikit,” tuturnya via WhatsApp, Kamis (28/12).

Berbeda pendapat, Direktur CIReS (Center for International Relations Issues and Regional Studies) Unsulbar, Muhammad Nasir Badu mengungkapkan bahwa Indonesia tidak menggelontorkan dana untuk penanganan pengungsi.

“Sepengatahuan saya tidak. Mereka dapat dari IOM (Organization for Migration). Konsorsium IOM itu adalah negara-negara maju,” ungkap Nasir Badu.

Dilansir dari Detikfinance.com (31/12) Menkopolhukam, Mahfud MD telah menegaskan bahwa penampungan pengungsi Rohingya tidak ada dalam APBN.

Terkait itu, Nasir melihat perubahan kebijakan memang bisa saja terjadi, termasuk pada Pepres 125 2016.

“Kebijakan itu bisa saja berubah kalau menurut saya. Karena sisi kemanusiaan tadi, sehingga itu dilakukan. Mungkin dari sisi pemerintah melihatnya bahwa kita perlu meninjau kembali kebijakan itu,” tegasnya.

Sama halnya dengan Ismira, Nasir memandang pengalokasian anggaran kepada pengungsi akan melahirkan masalah yang besar.

Baca Juga  72 Calon PPS Se-Kecamatan Malunda Ikuti Tes Wawancara

“Kalau itu kerannya dibuka melalui APBN, akan semakin banyak orang yang datang ke Indonesia. Itu akan memperparah persoalan karena di negara kita sendiri sudah banyak persoalan,” pungkasnya.

(Sulbarpos/Fdm)

Iklan