Shared Berita

Oleh : Nurdin

Opini – Legislasi di Indonesia merupakan cerminan dari dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang kompleks. Dalam beberapa tahun terakhir, proses pembentukan undang-undang di Indonesia sering menjadi topik perdebatan sengit antara berbagai pihak. Dalam esai ini, saya akan membahas pro dan kontra legislasi di Indonesia saat ini, serta menganalisisnya menggunakan teori perbandingan negara dan pendekatan filsafat.

Salah satu kelebihan legislasi di Indonesia adalah kemampuannya untuk menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan lebih baik. Undang-Undang Cipta Kerja, misalnya, bertujuan mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja, yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan legislasi yang tepat, pemerintah dapat mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat secara lebih terstruktur dan berkelanjutan.

Selain itu, proses legislasi di Indonesia memungkinkan partisipasi masyarakat. Mekanisme seperti dengar pendapat dan konsultasi publik memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan masukan mereka. Partisipasi ini penting untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan rakyat.

Namun, legislasi di Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan undang-undang. Banyak undang-undang disusun secara tertutup dan tergesa-gesa, tanpa konsultasi publik yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan undang-undang yang dihasilkan tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat luas dan lebih menguntungkan kelompok tertentu.

Masalah lain yang sering muncul adalah lemahnya implementasi dan penegakan undang-undang. Banyak undang-undang yang sudah disahkan tidak diterapkan dengan baik karena kurangnya kapasitas institusi pelaksana dan minimnya pengawasan. Sebagai contoh, meskipun telah ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan lingkungan, pelanggaran terhadap peraturan tersebut masih sering terjadi akibat lemahnya penegakan hukum.

Fenomena legislasi di Indonesia saat ini sering kali menunjukkan ketidakseimbangan antara kepentingan berbagai kelompok. Misalnya, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) pada tahun 2019 yang kontroversial dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Fenomena ini menunjukkan bagaimana proses legislasi dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok dengan kepentingan tertentu untuk mempengaruhi arah kebijakan.

Baca Juga  Air Rebusan Kayu Seppang, Pengusir Poppo, Parakang, Cambeu dan Banggao.

Melalui teori perbandingan negara, kita dapat menilai kondisi legislasi di Indonesia dengan membandingkannya dengan negara-negara lain. Negara-negara Skandinavia, misalnya, dikenal karena transparansi yang tinggi dalam proses legislasi dan partisipasi publik yang luas. Mereka menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dengan baik dan memiliki mekanisme pengawasan yang kuat. Sebaliknya, di Indonesia, meskipun reformasi demokrasi telah dilakukan, masih ada banyak ruang untuk perbaikan dalam hal transparansi dan partisipasi.

Selain itu, negara-negara maju umumnya memiliki sistem hukum yang lebih efektif dalam menegakkan undang-undang. Mereka memiliki kapasitas institusi yang kuat, sumber daya manusia yang memadai, dan komitmen politik yang tinggi untuk memastikan bahwa undang-undang dijalankan dengan baik. Indonesia dapat belajar dari praktik-praktik terbaik di negara-negara ini untuk memperkuat sistem legislasi dan penegakan hukumnya.

Dari perspektif filsafat, proses legislasi dapat dianalisis melalui teori keadilan dan utilitarianisme. John Rawls, dalam teorinya tentang keadilan, menekankan bahwa undang-undang harus dirancang untuk memberikan manfaat terbesar bagi mereka yang paling tidak beruntung dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia, ini berarti legislasi harus memperhatikan kepentingan kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan memastikan bahwa hak-hak mereka terlindungi.

Utilitarianisme, yang diperkenalkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, menekankan bahwa undang-undang harus menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang yang terbesar. Dalam hal ini, legislasi di Indonesia harus diarahkan untuk menciptakan kesejahteraan umum dan mengurangi penderitaan. Kebijakan yang menguntungkan segelintir elit sementara merugikan mayoritas rakyat bertentangan dengan prinsip utilitarianisme.

Kesimpulan Legislasi di Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan, namun juga memiliki potensi besar untuk mendorong keadilan sosial dan pembangunan ekonomi. Dengan mengadopsi praktik terbaik dari negara-negara lain dan memperkuat partisipasi publik serta transparansi dalam proses legislasi, Indonesia dapat menghasilkan undang-undang yang lebih responsif dan efektif. Pendekatan filsafat seperti teori keadilan dan utilitarianisme dapat menjadi panduan dalam memastikan bahwa undang-undang yang dibuat benar-benar melayani kepentingan rakyat dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. (*)

Baca Juga  HmI cabang Majene Inginkan Calon Legislatif yang Berkualitas

 

Penulis adalah Mahasiswa Hukum Universitas Sulawesi Barat

Iklan