Shared Berita

Oleh : Irfan Ulman

Sulbarpos.com, OPINI – Gagasan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Tomatappa lahir dari aspirasi masyarakat yang tumbuh dari kesamaan sejarah, budaya, dan ikatan sosial di antara enam kecamatan: Tappalang, Tappalang Barat, Malunda, Ulumanda, Tubo, dan Bala-Balakan.

Keenam wilayah ini memiliki hubungan historis yang erat, berbagi bahasa dan adat istiadat, serta memiliki keterpautan ekonomi dan kultural yang kuat dalam satu kawasan pesisir dan pegunungan yang menjadi bagian integral dari identitas Mandar.

Inisiatif pembentukan Kabupaten Tomatappa bukan semata dorongan administratif, melainkan manifestasi dari semangat desentralisasi dan pemerataan pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh kebijakan otonomi daerah.

Melalui pembentukan daerah otonomi baru, diharapkan tercipta tata kelola pemerintahan yang lebih efisien, pelayanan publik yang lebih dekat dengan masyarakat, serta pengelolaan sumber daya lokal yang sesuai dengan karakteristik dan potensi wilayah.

Secara konseptual, perencanaan wilayah Tomatappa mencerminkan pembagian fungsi dan peran yang saling mendukung. Tappalang dirancang sebagai pusat pemerintahan dan pelayanan publik. Tappalang Barat berperan sebagai simpul konektivitas antarwilayah serta pengembangan sektor maritim dan perdagangan pesisir.

Malunda difokuskan sebagai pusat pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Ulumanda berperan menjaga keseimbangan ekologis dan penguatan sektor pertanian berkelanjutan.

Tubo diarahkan menjadi wilayah penguatan ketahanan pangan dan perikanan darat, sementara Bala-Balakan menjadi garda depan pengelolaan kekayaan laut dan sumber daya kepulauan.

Dengan demikian, Kabupaten Tomatappa bukan sekadar proyek pemekaran administratif, tetapi sebuah cita-cita kolektif untuk mewujudkan kemandirian daerah berbasis potensi lokal dan kearifan budaya.

Gagasan ini mencerminkan kesadaran masyarakat bahwa pembangunan yang berkeadilan hanya dapat terwujud melalui partisipasi aktif rakyat dan penguatan identitas daerah yang berakar pada sejarah dan budaya sendiri.(*)

Baca Juga  Artificial Intelligence : Membantu atau Merugikan Manusia?

(Penulis adalah Dosen Kebudayaan di STAI DDI Majene)

Iklan