Shared Berita

Sulbarpos.com , Yogyakarta — Ketua Umum PP Muhammadiyah mengaku terharu dengan perkembangan pesat Suara Muhammadiyah. Dari majalah resmi Persyarikatan Muhammadiyah yang pertama kali terbit tahun 1915, hingga menjadi bisnis perhotelan dan properti yang mengagumkan seperti saat ini. Perkembangan ini merupakan ciri khas Muhammadiyah yang mampu menerjemahkan perubahan zaman.

Dalam acara Soft Opening SM Tower & Convention pada Sabtu (24/6) kemarin. Haedar mengaku memiliki ikatan emosional yang kuat dengan Suara Muhammadiyah. Inilah yang membuatnya sangat konservatif tatkala beberapa tokoh Muhammadiyah menyarankan untuk mengubah nama Suara Muhammadiyah. Baginya, Suara Muhammadiyah telah menjadi ingatan kolektif yang melekat dalam benak warga Muhammadiyah di seluruh Nusantara.

Pada tahun 1984, Haedar pernah menjadi wartawan lepas Suara Muhammadiyah. Pada saat itu, pimpinan redaksi Suara Muhammadiyah ialah Djazman Al Kindi. Sebagai penulis muda, berulang kali ia mendapati narasi tulisannya dikoreksi dan dicoret-coreti dengan tinta merah. Hal ini penting sebagai usaha untuk merawat kualitas Suara Muhammadiyah yang telah menjadi salah satu media arus utama Nasional, terutama bagi warga Muhammadiyah.

“Saya merasa sudah yakin tulisan saya bagus, tapi saya berkali-kali dikoreksi bahkan dicoret-coreti, di sini itu sakitnya bukan main, singkat cerita saya akhirnya biasa menulis. Saya hadir sebagai bagian dari sejarah SM (Suara Muhammadiyah),” kenang Haedar yang dikutip dari muhammadiyah.or.id , Minggu (25/6/2023).

Setelah menjadi wartawan senior yang piawai dalam menyusun narasi, Haedar diangkat menjadi pimpinan redaksi Suara Muhammadiyah. Saat ia duduk sebagai pimpinan redaksi, beberapa media majalah seperti Panji Masyarakat, Kiblat, Ummat, dan lain-lain tumbang satu persatu.

Majalah-majalah ini tidak memiliki nafas yang panjang. Menurut Haedar, jika Suara Muhammadiyah tidak lantas melakukan pembaharuan, maka ia sesungguhnya sedang menggali kuburannya sendiri. Berkat pembaharuan yang kuat, Suara Muhammadiyah bertahan melintasi zaman.

Selain pembaharuannya, aspek penting dari tahan bantingnya Suara Muhammadiyah ialah pembaca setia dari warga Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Haedar menyebut hal ini sebagai kekuatan inner-dynamic. Kekuatan inilah yang menjadi faktor utama Suara Muhammadiyah bertahan hingga satu abad lebih lamanya.

Baca Juga  Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (MGMP) Perdana Sukses digelar di Kabupaten Polewali Mandar

“SM (Suara Muhammadiyah) termasuk media majalah yang berumur panjang. Ini tidak lain karena kita memiliki akar yang kuat yaitu warga Muhammadiyah. Akar rumput inilah sebagai inner-dynamic yang kita miliki,” ucap Haedar.

Pada tahun 2010, Haedar merekrut kader muda Muhammadiyah potensial asal Sumatera Barat yaitu Deni Asy’ari. Bersamanya Suara Muhammadiyah semakin melebarkan sayap bisnisnya. Mula-mula toko buku, kemudian menjual pernak-pernik Muhammadiyah dari kaos, gantungan kunci, kain batik, dan lain-lain. Akhirnya saat ini hadir menjadi bisnis properti dan perhotelan.

Menurt Haedar, hotel yang didirikan Suara Muhammadiyah menjadi hotel pertama yang lahir dari bisnis media. “Ini jadi hotel pertama, maksudnya hotel Muhammadiyah pertama yang lahir dari sebuah bisnis media yang ingin bertahan dari tantangan zaman,” pungkasnya.

 

(Sulbarpos/Red)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Open chat
Hello 👋
ada yang bisa kami bantu ??