Sulbarpos.com , Jakarta — Pelaksanaan agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, implementasi multi usaha kehutanan, dan pelibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui program Perhutanan Sosial menjadi tiga kontribusi Indonesia untuk mewujudkan Rencana Strategis PBB untuk Kehutanan 2017-2030.
Demikian dipaparkan oleh Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto pada hari pertama sidang 18th session of the United Nations Forum on Forests (UNFF18) di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat pada Senin, 8 Mei 2023.
“Sebagai rumah bagi hutan hujan terluas ketiga di dunia, Indonesia sangat mementingkan pemanfaatan hutan secara lestari,” ujar Agus Justianto dalam keterangan persnya, Selasa (9/5/2023).
Rencana Strategis PBB untuk Kehutanan (United Nation Strategic Plan for Forests/UNSPF) menargetkan enam tujuan kehutanan global dan 26 target terkait yang ingin dicapai pada tahun 2030 secara sukarela dan universal untuk menyokong kehidupan manusia.
Target tersebut termasuk meningkatkan luas hutan 3% di seluruh dunia yang setara dengan 120 juta hektare.
Agus menjelaskan agenda Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 merupakan inisiasi Indonesia yang sejalan dengan Perjanjian Paris. Melalui agenda ini, sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya (FOLU) dirancang akan mencapai tingkat serapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan emisinya dan dapat berkontribusi sekitar 60% dari total target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia pada tahun 2030.
Agenda FOLU Net Sink 2030 menekankan upaya penguatan tata kelola hutan untuk mengakselerasi berbagai aksi mitigasi pengendalian perubahan iklim di sektor kehutanan, termasuk memperkuat penghentian izin baru di hutan primer dan lahan gambut, mengendalikan deforestasi dan degradasi hutan, melaksanakan restorasi ekosistem, dan menjalankan pengelolaan hutan lestari.
Selanjutnya Indonesia juga telah mengimplementasikan skema multi usaha kehutanan. Melalui skema ini, pemanfaatan hutan tidak lagi terfokus hanya pada pemanfaatan hasil hutan kayu dan mengoptimalkan potensi hasil hutan bukan kayu, ekowisata, dan jasa lingkungan.
Multi usaha kehutanan diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi hutan, melalui berbagai upaya menjaga kelestarian hutan, serta meningkatkan keberadilan akses bagi masyarakat untuk pemanfaatan sumber daya hutan.
“Konfigurasi bisnis baru kehutanan ini telah mulai dilaksanakan. Multi usaha kehutanan berarti mengelola sumber daya hutan dengan dengan bisnis yang lebih beragam, termasuk pangan, energi terbarukan, ekowisata, agroforestri, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. Multi usaha kehutanan juga mencakup peningkatan proporsi bagi masyarakat, ketentuan untuk resolusi konflik dan peningkatan efektivitas pengelolaan hutan,” papar Agus.
Kontribusi ketiga Indonesia adalah mengimplementasikan program Perhutanan Sosial, yang telah diimplementasikan melalui 5 skema, yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.
Perhutanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses pemberdayaan dengan selalu berpegang pada aspek kelestarian hutan.
Dalam sidang tersebut, Delegasi Indonesia juga menjelaskan tentang aksi-aksi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan, pelestarian, dan mempromosikan pengelolaan hutan lestari.
“Aksi yang dilakukan menegaskan pentingnya pendekatan kemitraan multi pihak antara pemerintah, swasta, dan masyarakat,” kata Agus.
Dalam kesempatan itu Agus juga mengundang delegasi seluruh Negara peserta UNFF untuk menghadiri side event yang akan digelar Delegasi Indonesia bertajuk “Indonesia’s FOLU Net Sink 2030: Strengthening the Implementation of Sustainable Forest Management and Social Forestry Programme” di Kantor Pusat PBB pada 11 Mei 2023 mendatang.
(Sulbarpos/Indah)