Sulbarpos.com, Mamuju – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Lafran Pane, Cabang Mamuju, secara tegas mengecam kebijakan portal parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Mamuju.
Ketua Komisariat, Arrazaq, menyatakan bahwa kebijakan ini tidak hanya membebani masyarakat, tetapi juga bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dalam karcis parkir RSUD Mamuju, tertera tulisan:
“Jangan tinggalkan tiket dan barang berharga di dalam kendaraan Anda, segala risiko kehilangan/rusak menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan. Tiket hilang akan dikenakan denda sesuai ketentuan.”
Menurut Arrazaq, pernyataan ini merupakan upaya pengelola parkir untuk mengalihkan tanggung jawab mereka kepada pemilik kendaraan.
“Kebijakan ini jelas bertentangan dengan Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata, yang mengatur bahwa pemilik tempat parkir harus bertanggung jawab atas kendaraan yang dititipkan,” tegasnya. Rabu, 25 Desember 2024.
Lebih lanjut, Arrazaq menjelaskan bahwa pencantuman klausula semacam itu juga melanggar Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang melarang pelaku usaha mengalihkan tanggung jawabnya kepada konsumen.
“Pemilik atau pengelola parkir tidak bisa lepas tangan begitu saja. Kendaraan yang diparkir adalah tanggung jawab mereka,” tambahnya.
Selain permasalahan tanggung jawab, tarif parkir yang diberlakukan di RSUD Mamuju juga menuai kritik tajam. Tarif Rp2.000 per jam yang diberlakukan selama 24 jam dapat mencapai Rp48.000 per hari, yang dinilai sangat memberatkan, terutama bagi masyarakat ekonomi lemah.
Lebih parahnya, pengelola parkir tidak memberikan jaminan atas keamanan kendaraan dan barang yang ada di dalamnya, meski telah memungut biaya dari masyarakat.
“Ini ironi. Mereka mengambil keuntungan, tetapi lepas tanggung jawab ketika ada kehilangan atau kerusakan,” tambah Arrazaq.
HMI Lafran Pane mendesak pengelola parkir RSUD Mamuju untuk segera merevisi kebijakan ini.
“Kebijakan ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga melanggar hukum. Kami mendesak agar ada perbaikan demi menciptakan kenyamanan dan keadilan bagi masyarakat,” pungkas Arrazaq.
Masyarakat berharap pemerintah daerah turun tangan untuk meninjau kebijakan ini, memastikan bahwa pelayanan publik tidak menjadi beban tambahan bagi mereka yang membutuhkan.
(*/Ar)