Shared Berita

POLEWALI, Sulbarpos.com – Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Polewali Mandar, Moh. Jumadil Tappawali, menegaskan komitmennya dalam menyelesaikan masalah sampah yang sedang dihadapi daerah ini. Selasa, (17/9/24)

Dalam pernyataannya, Jumadil mengungkapkan bahwa prinsip yang dipegangnya adalah kesabaran dan ketekunan. Ia berkeyakinan bahwa dengan pendekatan yang konsisten dan persuasif, masalah sampah yang telah menumpuk selama 17 hari terakhir dapat diatasi.

“Saya selalu berprinsip, tidak ada batu yang tidak akan hancur ketika ditetesi air terus-menerus. Saya tidak ingin menghancurkan batu dengan palu satu kali saja, melainkan dengan usaha yang berkelanjutan dan menyentuh hati masyarakat,” ujar Jumadil.

Menurutnya, teknologi pengelolaan sampah yang ada saat ini sudah cukup baik sehingga tidak perlu khawatir soal pencemaran yang bisa berdampak pada sawah dan lingkungan sekitar. “Sebaliknya, teknologi ini justru bisa menyuburkan tanah di sekitar kita,” tambahnya.

Jumadil juga meminta maaf kepada masyarakat, terutama yang berada di pusat ekonomi seperti pasar, yang menjadi penghasil sampah terbanyak. Ia menekankan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam, tetapi memilih untuk mengutamakan pendekatan persuasif, kekeluargaan, dan silaturahmi dalam mencari solusi yang tepat.

“Kami tidak mencari solusi represif terkai TPA yang di paku, itu aset pemerintah. Kalau saya mau bertindak represif, persoalan ini bisa cepat selesai. Tapi kami ingin melakukan dengan cara yang lebih bijak,” tegasnya.

Ia juga menyinggung pengalaman sebelumnya dalam menangani tumpukan sampah yang pernah mencapai 20 hingga 23 hari.

“Dengan adanya mesin pengelolaan sampah, kami sedang mencari tempat yang cukup luas untuk penanganan ini. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, insyaallah, sampah yang menumpuk akan bisa kami normalkan dalam waktu dekat,” jelas Jumadil.

Baca Juga  Kapolres Polman Pimpin Serah Terima Jabatan Strategis: Tingkatkan Kinerja Demi Pelayanan Prima

Di sisi lain, Ketua LSM Lembaga Penyalur Aspirasi (LPA) yang juga mewakili Tim 9, Agus Salam, menyampaikan kritik tajam terkait penanganan sampah di Kabupaten Polewali Mandar. Ia menyoroti kesepakatan antara pemerintah daerah dengan Tim 9, di mana penggunaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di Laliko hanya berlaku hingga akhir Agustus. Menurutnya, setelah itu, pemerintah daerah seharusnya sudah menyiapkan solusi yang lebih permanen.

“Bom waktu ini sudah meledak. Sampah di mana-mana. Ini bukan lagi soal ekonomi, ini soal kesehatan. Tumpukan sampah yang sudah 17 hari ini mencemaskan, dan pemerintah seharusnya sudah menjalankan rekomendasi dari provinsi,” ujar Agus dengan nada prihatin.

Ia juga menegaskan bahwa masyarakat Paku, yang menjadi lokasi TPS sementara, telah mengetahui adanya rekomendasi dari pemerintah provinsi yang mencakup tujuh poin penting, seperti pembangunan talut, drainase, dan irigasi untuk menghindari pencemaran lebih lanjut. Menurut Agus, pencemaran saat ini sudah mencapai tingkat serius dengan angka 40,22 persen.

“Kalau hanya bicara ekonomi tanpa memikirkan dampak kesehatan, hasilnya tidak akan maksimal. Yang perlu dilakukan sekarang adalah rehabilitasi dulu, sesuai dengan rekomendasi provinsi. Setelah itu, baru bicara ekonomi,” tegasnya.

Agus juga menyebutkan bahwa Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Polewali Mandar sudah merencanakan proyek rehabilitasi dengan anggaran sebesar Rp 8 miliar, namun hingga kini belum ada tindakan nyata dari pihak terkait.

Persoalan sampah di Kabupaten Polewali Mandar saat ini menjadi perhatian serius, baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat setempat. Sementara DLHK terus berupaya mencari solusi dengan pendekatan persuasif, desakan dari kelompok masyarakat seperti Tim 9 semakin kuat agar pemerintah segera bertindak lebih konkret.

Ke depan, masyarakat berharap pemerintah dapat segera menormalisasi keadaan, menuntaskan penanganan sampah, dan mengutamakan aspek kesehatan lingkungan.

Baca Juga  PKK Sulbar Bagikan 200 Paket Sembako dan Stunting di Mamuju, Peduli Balita dan Lansia!

Pendekatan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara tuntas dan berkelanjutan.

 

(*Bsb)

Iklan